PALU – Pasca insiden kekerasan berupa pemukulan dan pengrusakan alat kerja terhadap tiga Jurnalis di Palu, kini pihak Propam Polda Sulteng telah memeriksa 28 personelnya yang saat itu menjalankan tugas pengamanan unjukrasa penolakan Omnibus Law, Kamis (8/10) lalu.
Dalam keterangannya, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto mengatakan, saat ini proses pemeriksan terhadap 28 personil itu masih berlangsung, sejak masuknya laporan ke pihak Propam Polda Sulteng
“Kami komitmen untuk memperhatikan proses selanjutnya, yang saat ini mereka masih menunggu antrian pemeriksaan di Propam, baik itu dari BKO Brimob maupun satuan Sabhara,” ungkapnya kepada sejumlah wartawan di Mapolda Sulteng, Rabu (14/10).
Selanjutnya menurut Didik, jika ingin memantau perkembangan kasus ini, bisa menunggu hasil pemeriksaan yang diteruskan ke pihak Humas Polda, atau mengecek langsung melalui kuasa hukum korban yang terus berkordinasi dengan pihak pemeriksa atau penyidik.
Ia juga menekankan, apabila para jurnalis mau meliput kembali dalam unjuk rasa berskala besar, kiranya dapat memakai identitas diri, agar mudah dikenali pihak Kepolisian yang tengah menjalankan tugas di lapangan.
“Sehingga kasus seperti ini tidak terulang lagi, karena ketidakpahaman beberapa personil mengenai proses maupun mekanisme di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Kapolda Sulteng Irjen Abdul Rahkman Baso melalui Kabid Humasnya juga mengingatkan terhadap seluruh personilnya, untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh jurnalis yang menjalankan tugas peliputan.
Diketahui, peristiwa pemukulan dan pengrusakan kamera itu dialami oleh Alsih Marselina, wartawati SultengNews.com. Ia mengalami luka dan memar di wajah, sedang Aldi Rifaldi juga wartawan SultengNews.com dipukul bahu belakangnya.
Pada hari yang sama itu, Fikri jurnalis Nexteen Media, sampai dikejar dan kamera liputannya rusak setelah dibanting aparat berpakaian preman.
Atas adanya insiden itu, organisasi profesi Junalis AJI, IJTI dan PFI, mendesak pihak Polda Sulteng agar mengusut tuntas oknum yang melakukan tindakan represif terhadap jurnalis sesuai proses hukum yang berlaku.
Bukan hanya itu saja beberapa lembaga kenegaraan yakni Ombudsman dan Komnas HAM Perwakilan Sulteng, sangat menyayangkan dan prihatin terhadap kekerasan yang menimpa tiga jurnalis di Palu ini.
Bahkan Komnas HAM Sulteng menilai peristiwa tersebut mencerminkan kegagalan Reformasi Birokrasi ditubuh Kepolisian.
“Serta gagalnya kebijakan program promoteur yang digembar-gemborkan oleh Kepolisian. Bahkan memperlihatkan posisi kelembagaan Institusi Kepolisian berada pada posisi nadir dalam merespon massa aksi yang terjadi kala itu,” Tekan Kepala Komnas HAM Sulawesi Tengah, Dedi Askari, Rabu sore.
Tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan tersebut, secara khusus tegas dan nyata melanggar Undang-undang No.40/Tahun 1999 tentang Pers, sebagaimana yg diatur dan/atau ditegaskan dalam Pasal 8 UU Pers dinyatakan dalam menjalankan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum.
Lebih jauh Pasal 18 menyatakan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Reporter: Faldi
Editor: Nanang