PALU- Idul Adha sejatinya merupakan kontinuitas “jalan kesalehan sosial
spiritual” dari Idul Fitri.
Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari ketulusan berkorban, kerendahhatian untuk melakukan refleksi historis
dalam mengenang perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. dan
putranya, Ismail a.s.
Demikian khotbah Idul Adha disampaikan Prof. Zainal Abidin di hadapan ribuan jamaah salat Id di Lapangan Vatulemo, Jum’at (31/7).
Dia mengatakan, suasana Idul Adha kita rayakan hari ini, memiliki nuansa berbeda dari hari raya Idul Adha tahun lalu. Dunia saat ini tengah menghadapi krisis akibat virus Corona (COVID-19), sebagai orang beriman, sudah semestinya kita dapat memetik
pelajaran dari semua ini.
Ia menyebutkan, dalam menghadapi ancaman virus corona saat ini, kebersamaan sangat diperlukan.
“Krisis ini bukan hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga kehidupan ekonomi, stabilitas politik, dan psiko-sosial masyarakat,” kata Ketua FKUB Sulteng ini.
Olehnya itu, kata dia, dalam menghadapinya, di samping imunitas tubuh, imunitas sosial juga perlu diperkuat.
Rais Syuriah Nahdatul Ulama (NU) Sulteng ini mengatakan, hari raya Qurban hendaknya dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran berkorban dan memupuk solidaritas, sebagai suplement utama dalam meningkatkan imunitas sosial tersebut.
“Substansi ibadah qurban bukanlah terletak pada kesiapan kita menyembelih hewan dengan harga mahal, tetapi menilai ketulusan untuk berbagi pada sesama, terhadap penderitaan orang-orang di sekitar kita, serta keikhlasan untuk mengorbankan ego pribadi sebagaimana diperlihatkan Ibrahim, a.s disinilah kadar ketakwaan kita diukur,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu itu.
Dia menyampaikan, ibadah qurban adalah simbol kesiapan kita mengorbankan ego pribadi, demi tujuan lebih mulia. Digantikannya Ismail oleh Tuhan dengan seekor domba adalah simbol menunjukkan bagaimana kita harus menyembelih tabiat hewani dalam diri kita (seperti rakus, tamak, egois) dan menghidupkan tabiat “Ismail” fitrah manusia yang lemah lembut, penuh kasih dan tidak mementingkan diri sendiri.
Dia menyebutkan, bila pandemi corona adalah ujian, maka seyogyanya setelah melewatinya kualitas hidup kita akan mengalami peningkatan, lebih disiplin, lebih memelihara kebersihan lingkungan, lebih peduli terhadap sesama, lebih sadar bahwa kita saling membutuhkan satu sama lain.
“Bila kualitas ini sudah kita penuhi maka kita akan melangkah ke depan tidak berlarut-larut dalam kecemasan keputusasaan dan keterpurukan,” pungkas Guru besar pemikiran Islam pada IAIN Palu itu. (IKRAM)