PALU – Prof Dr H. Lukman S.Thahir, MA menegaskan bahwa orientasi kajian keislaman kita terlalu melangit, tidak menyentuh atau berimplikasi langsung dengan kebutuhan dasariah manusia. Sudah saatnya, kata Guru Besar bidang Filsafat dan Pemikiran Islam itu digeser dari corak teo-sentris ke antropo-sentris.
Hal itu dikemukakan Prof Lukman saat menyampaikan pidato pengukuhan dirinya, pada sidang senat terbuka luar biasa Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Selasa, (20/9).
Menurut Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama Sulawesi Tengah itu, bahwa kajian teologi Islam yang bercorak teo-antropo-sentris, bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan satu kesatuan. Representasinya dalam wacana keagamaan adalah teks dan konteks, Al-Qur’an dan sejarah manusia, ritual-simbolik dan social-empirik, dan sebagainya.
Memisahkan salah satunya, hemat mantan Rektor Universitas Alkhairaat itu, sama saja dengan merusak substansi dan nilainya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dia mencontohkan, tentang toa masjid yang viral di media sosial dan masyarakat, semua kaget, ribut dan bahkan ada yang menghujat, ketika Menteri Agama, Gus Yaqut, mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman
Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musalla. Ia bukan hanya dianggap membatasi atau anti azan, tetapi juga dianggap menista agama, karena membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing.
Maraknya kasus ini, menurut mantan Dekan FUAD UIN DK Palu ini, seperti fenomena gunung es, dipermukaannnya bukan semata-mata persoalan sesat pikir umat atau jumping congclution, dalam kajian logika, tetapi dikedalamannya, sesungguhnya menggambarkan potret beragama atau berteologi umat Islam di Indonesia yang terjebak pada model Islam Ritual dan menafikan Islam sosialnya. Model beragama seperti ini, menggambarkan wajah dan realitas beragama yang pincang.
Akibatnya, lanjut Prof Lukman, cara paham beragama umat menjadi mengahardik, tidak mendidik, menyakiti dan tidak mengobati, atau aspiratif dan bukan inspiratif.
Pada kesempatan itu ia juga mengutip ungkapan yang pernah dilontarkan Gus Yaqut. Umat Islam di Indonesia, misalnya, marah dan ribut jika ada sekolah yang melarang memakai jilbab, tetapi mereka tidak pernah marah dan ribut jika ada umat Islam kaya di Indonesia yang tidak mau membayar zakat.
Al-qur’an bahkan lebih keras mengecam dengan kata-kata celaka orang yang shalat, yang shalatnya tidak berimplikasi sosial. Ruku dan sujud bertahun-tahun, tetapi tidak peka dengan masalah sosial ummat, yaitu orang yang menghardik anak yatim atau tidak peduli dengan masalah kelaparan umat.
“Jadi dengan kasus azan melalui toa ini, pelajaran penting yang bisa diambil
hikmahnya adalah bahwa berislam itu mestinya seperti dua sisi dari selembar mata uang, ritual-simbolik dan social-empirik. Menafikan salah satunya membuat ajaran Islam kehilangan nilai dan elan vitalnya,”tegasnya.
Diakhir pidatonya Prof Lukman menyampaikan terimakasih kepada Menteri Agama, Gus Yaqut Qaumas dan seluruh jajarannya wabil khusus kepada Prof. Dr. Nizali Ali selaku Sekjen, yang dengan berbagai kesibukannya masih menyisihkan waktunya untuk hadir mengukuhkangelar akademik guru besarnya.
Selain itu, Prof Lukman menghaturkan terimakasih kepada Rektor UIN Datokaramah Palu, Prof. Dr. Saggaf S. Pettalongi, MPd, yang tidak pernah berhenti mendorong, membantu dan memudahkan proses percepatan penyelesaian guru besarnya.
Ucapan yang sama juga ditujukannya pada Ketua Senat dan seluruh anggotanya, serta Isteri tercinta yang saat ini pasti sangat bangga, paling senang dan bahagia, Faidah Efendi, Spd.I, dan tentunya ketiga buah hatinya yang tidak bisa hadir, karena sedang bekerja dan kuliah di luar daerah.
“Kepada seluruh tenaga tendik dan dosen UIN Datokarama Palu, saya tidak lupa juga mengucapkan terima kasih banyak, khususnya kepada adinda Rafi’iy dan Arman yang banyak menemani saya dalam proses pengajuan guru besar. Semoga Allah membalas semua kebaikannya,”pungkasnya.
Reporter: Ridwan
Editor: Yamin