PARIMO – Produksi ayam petelur di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Dari total konsumsi telur, produksi lokal baru mampu menutup sekitar 30 persen kebutuhan.
“Ini masih sangat-sangat jauh dari jumlah penduduk kita yang berjumlah 459.570 jiwa,” ungkap Kabid Perbibitan dan Produksi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Parimo, I Wayan Gede Purna, Jumat (25/7).
Berdasarkan perhitungan Dinas Peternakan, konsumsi telur harian masyarakat Parimo masih mengalami kekurangan sekitar 17.000 butir.
“Bagaimana kalau kebutuhan konsumsi telur masyarakat Parimo mencapai 50 persen? Kita bisa mengalami krisis telur akibat kurangnya produksi ayam petelur,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan, masyarakat Parimo harus membeli telur dari luar daerah, seperti Kota Palu dan Provinsi Sulawesi Selatan. Nilai pembelian telur dari luar daerah diperkirakan mencapai Rp9 miliar hingga Rp15 miliar setiap tahunnya.
“Uang masyarakat Parimo tidak berputar di dalam daerah tetapi mengalir keluar daerah miliaran rupiah,” jelasnya.
Kondisi ini berpotensi semakin tertekan dengan program pemerintah pusat mengenai makanan bergizi gratis bagi seluruh sekolah di Parimo, karena ketersediaan telur akan semakin terbatas.
I Wayan menjelaskan, produksi ayam petelur membutuhkan biaya besar. Untuk pemenuhan 1.000 ekor ayam beserta kandang dan pakan, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp300 juta hingga Rp400 juta.
“Jika produksi berhasil, omzet bisa mencapai Rp90 juta hingga Rp100 juta per siklus. Apabila warga Parimo bisa memproduksi hingga 40 persen, kebutuhan telur bisa terpenuhi,” pungkasnya.