Prodi IP FISIP Untad Gelar Kuliah Tamu Tata Kelola Pemerintahan dalam Risiko Bencana

oleh -
Foto bersama usai kegiatan kuliah tamu bertema “Tata Kelola Pemerintahan dalam Resiko Bencana: Tantangan dan Peluang” di aula FISIP Untad, Selasa (20/02). (FOTO: IST)

PALU – Program Studi (Prodi) Imu Pemerintahan (IP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako (Untad) kembali mengadakan kuliah tamu dengan tema “Tata Kelola Pemerintahan dalam Risiko Bencana: Tantangan dan Peluang” di aula FISIP Untad, Selasa (20/02).

Kegiatan dihadiri 250 peserta yang terdiri dari mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan dan dosen yang ada di lingkungan FISIP Untad, serta satu mahasiswa asing dari University of Cambridge, UK, Takahara Kamisuka.

Dalam sambutan selamat datang, Dr. M. Nur Alamsyah, S.IP., M.Si menyampaiakn bahwa tema disaster governance merupakan penciri pada kurikulum Prodi Ilmu Pemerintahan yang telah ditetapkan pada 2023 lalu.

“Hal tersebut diinisiasi dengan melihat adanya ruang kosong yang ditinggalkan oleh negara ketika terjadinya sebuah peristiwa kebencanaan di Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah yang sering dilanda berbagai bencana,” katanya.

Menurutnya, pemerintahan tidak nampak hadir saat masyarakat membutuhkannya, namun sebaliknya diisi oleh mekanisme lain, terutama masyarakat sipil.

“Kuliah tamu ini mempertemukan pemikiran konseptual teoritik dengan sentuhan fenomena empiric yang dialami dan digeluti oleh tamu ahli yang nantinya diharapkan bisa bersinergi dengan paparan praktis dari kelembagaan negara yang menangani penanggulangan bencana,” imbuhnya.

BACA JUGA :  Pemisahan Kementerian Koperasi dan UKM Diharap jadi Angin Segar bagi Pelaku UMKM

Sementara itu, Dekan FISIP Untad, Prof. Dr. Muhammad Khairil, M.Si, saat membuka kegiatan, memberikan apresiasi dan optimisme, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan yang merupakan mahasiswa terbanyak yang ada di FISIP Untad.

“Tiap tahunnya, Program Studi Ilmu Pemerintahan merupakan prodi yang memiliki peminat terbanyak,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi kemampuan Program Studi Ilmu Pemerintahan untuk menangkap fenomena kebencanaan yang merupakan realitas dan keniscayaan yang tak dapat dihindari di hampir semua wilayah di Indoensia.

Kegiatan tersebut dilakukan dalam dua sesi. Sesi pertama disampaikan oleh Arianto Sangadji, Ph.D  yang merupakan Direktur Pelaksana Mineral, Energy, dan Labour Transformation (MELT) Research Group dan dipandu oleh Sisrilnardi, S.IP., MA yang merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada.

Arianto memulai materinya dengan menyampaikan pengertian teoritik terkait tata kelola dan bencana, serta menjelaskan pengalaman historis terkait peristiwa kebencanaan dari beberapa negara sebagai perbandingan dengan bencana yang pernah terjadi di Sulawesi Tengah  2018 lalu.

Menurut Arianto, gempa bumi, banjir, likuifaksi, longsor, dan sejenisnya merupakan fenomena alam atau peristiwa alam.

BACA JUGA :  Banjir di Watusampu, Penegak Hukum Diminta Tindak Tegas Perusahaan Galian C

“Sementara kita sering menyebutnya sebagai bencana. Padahal peristiwa-peristiwa alam ini bukanlah bencana tetapi fenomena alam biasa. Hal tersebut menjadi bencana ketika telah menimbulkan bahaya,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan tentang perbedaan governance dan government. Kata dia, government lebih kepada pemerintah sebagai aktor utama dan merujuk pada lembaga-lembaga formal. Sedangkan governance lebih menekankan berbagai aktor yang bukan hanya dari pemerintah atau biasa disebut sebagai aktor non negara.

Ia mencontohkan pengelolaan bencana saat ini di Morowali yang diakibatkan oleh deforestasi yang menjadi potensi bahaya bagi masyarakat berupa banjir dan implikasi lainnya seperti polusi sebagai akibat pembakaran dengan menggunakan batubara.

“Namun pada prinsipnya terdapat hal yang hidup berdampingan dengan pengelolaan bencana saat ini seperti yang dikemukakan sebagai disaster kapitalisme ketika bencana yang terjadi menjadi proyek yang mendatangkan berbagai mekanisme bisnis,” tutupnya.

Pembicara selanjutnya adalah Drs. H Burhan Tahir MM., Apt selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi. Ia yang didampingi Dr. Muh. Arief, S.IP.,M.Si sebagai moderator, membahas materi terkait perspektif fenomena kekinian pengelolaan kebencaaan di Sulawesi Tengah.

BACA JUGA :  BPBD Touna Gelar Rakor, Sikapi Isu Gempa Bumi Megathrust

Dalam sesi kedua ini, ia mengangkat tema “Tata Kelola Pemerintahan dalam Penanggulangan Risiko Bencana”.

Ia memulai materinya dengan pengertian bencana dan proses terjadinya bencana. Menurutnya, bencana merupakan serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat.

”Perhitungan risiko bencana cukup rumit karena melibatkan banyak parameter, yakni sosial, ekonomi, dan kondisi fisik wilayah,” paparnya.

Sebagai bagian dari pemerintahan khususnya yang menangani pencegahan dan kesiapsiagaan kebencanaan, putra Soppeng ini menguraikan kebijakan penanggulangan bencana Nomor: 24 Tahun 2007 yang salah satu isinya menjelaskan tentang penanggulangan bencana sebagai urusan bersama, hak dan kewajiban seluruh stakeholder.

“Saya mengucapkan terima kasih khususnya kepada mahasiswa karena dalam setiap peristiwa kebencanaan mereka selalu memberikan respon yang cepat dalam membantu, khususnya pada tanggap darurat,” katanya mengakhiri sesi materinya. RIFAY