Problematika MDA di Desa dan Kota, Siapakah yang Bertahan?

oleh -
Foto bersama Ketua Utama Alkhairaat, Habib Alwi bin Saggaf Aljufri, Ketua Komda Alkhairaat Morowali, Anwar Hafid, Senior Manager IGP Morowali, Ridwan Setiawan, Senior Stakeholder Relations IGP Morowali, Asharul dan pihak terkait beserta santri, usai penyerahan RKB MI Alkhairaat Desa Kolono. (FOTO: DOK. PT VALE)

HARI-hari ini, bila kita melihat perkembangan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) mengalami pasang surut. Kabar membahagiakan sering kita dengar ada MDA yang baru dibangun, namun bersamaan itu banyak pula MDA yang sudah tidak aktif.

Perkembangan itu bisa kita lihat dan rasakan dengan melakukan lokus wilayah antara kota dan desa. Perbedaan antara MDA di desa dan di kota memang cukup mencolok, terutama dari segi sumber daya, dukungan masyarakat, serta tantangan yang dihadapi.

Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara MDA di desa dan di kota serta faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan bertahan masing-masing.

Sumber Daya dan Fasilitas

MDA di Kota: Madrasah di perkotaan umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap fasilitas pendidikan seperti ruang kelas yang lebih layak, alat bantu mengajar, dan bahan ajar. Lokasi di kota memungkinkan mereka mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga filantropi, komunitas, maupun pemerintah lokal yang memiliki anggaran lebih besar.

MDA di Desa: Di desa, MDA seringkali menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana, mulai dari ruang kelas yang sederhana, minimnya fasilitas belajar, hingga keterbatasan dalam memperoleh alat pengajaran modern. Madrasah di desa juga lebih bergantung pada dukungan dari masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah, sehingga keterbatasan fasilitasnya sering kali lebih mencolok.

Kesejahteraan Guru dan Tenaga Pendidik

MDA di Kota: Guru di MDA perkotaan lebih mungkin mendapat insentif atau bantuan tambahan dari pemerintah atau lembaga sosial, terutama jika madrasah tersebut berada di lingkungan yang dekat dengan akses donatur atau organisasi pendidikan. Hal ini membuat mereka bisa lebih fokus dalam mengajar.

MDA di Desa: Guru di MDA desa cenderung mengajar dengan penghasilan minim dan sering kali bergantung pada dukungan masyarakat desa atau swadaya. Kompensasi yang rendah dapat memengaruhi kualitas pengajaran karena beberapa guru harus mencari pekerjaan tambahan di luar madrasah untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Partisipasi dan Dukungan Masyarakat

MDA di Kota: Di perkotaan, orang tua sering kali lebih fokus pada pendidikan formal seperti sekolah dasar atau menengah. MDA biasanya menjadi pilihan tambahan, sehingga anak-anak bersekolah di madrasah di sore atau malam hari setelah sekolah formal. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan agama juga bervariasi, sehingga partisipasi anak-anak di MDA kadang tidak sekuat di pedesaan.

MDA di Desa: MDA di desa umumnya memiliki dukungan masyarakat yang lebih besar karena pendidikan agama masih dianggap sangat penting di lingkungan pedesaan. Banyak orang tua di desa yang menyekolahkan anak mereka di MDA sebagai bentuk utama pendidikan agama. Keberadaan MDA di desa sering kali menjadi kebanggaan masyarakat setempat, meskipun dengan fasilitas dan sumber daya terbatas.

Pengaruh Persaingan Pendidikan

MDA di Kota: Madrasah perkotaan biasanya menghadapi persaingan lebih tinggi dengan lembaga pendidikan agama lain, seperti pesantren modern, sekolah Islam terpadu, atau lembaga pendidikan agama berbasis internasional. Hal ini bisa mengurangi minat masyarakat untuk memilih MDA jika tidak memiliki keunggulan kompetitif yang jelas.

MDA di Desa: Di desa, persaingan antar-lembaga pendidikan agama umumnya lebih rendah. Dengan minimnya pilihan, masyarakat lebih cenderung mendukung MDA yang sudah ada sebagai satu-satunya lembaga pendidikan agama yang terjangkau.

Manakah yang Lebih Mampu Bertahan?

Kekuatan bertahan MDA di desa atau kota sebenarnya bergantung pada beberapa faktor:

Dukungan Masyarakat dan Kearifan Lokal: MDA di desa cenderung lebih mampu bertahan karena keberadaannya merupakan kebutuhan mendasar dalam masyarakat desa yang masih sangat menghargai pendidikan agama. Keberlangsungan madrasah di desa banyak ditopang oleh hubungan yang erat antara masyarakat dan guru, serta rasa tanggung jawab bersama untuk menjaga madrasah tetap hidup.

Keterbukaan Terhadap Bantuan Eksternal di Kota: Di kota, MDA mungkin lebih cepat berkembang jika berhasil menarik dukungan dari organisasi eksternal dan memiliki manajemen yang baik. Namun, tanpa dukungan masyarakat yang konsisten, MDA perkotaan cenderung kurang stabil dibandingkan MDA di desa, terutama karena faktor persaingan dengan lembaga pendidikan lain.

Secara umum, MDA di desa cenderung lebih mampu bertahan karena didukung oleh komunitas yang kuat dan nilai-nilai yang menjunjung tinggi pendidikan agama. Meski fasilitasnya mungkin sederhana, semangat gotong-royong masyarakat desa bisa menjadi fondasi utama yang menjaga keberadaan madrasah ini. Maka dari itulah, inti dari bertahannya MDA bukan pada fasilitas dan guru semata, tapi secara terpadu atas dukungan masyarakat yang lebih mengakar dan kuat.

Tim Media Alkhairaat