PALU- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia Komjen Pol Martinus Hukom menegaskan bahwa pemerintahan Presiden menempatkan pemberantasan dan pencegahan narkoba sebagai isu kritis dan strategis pembangunan manusia Indonesia.
Payung politik dan landasan hukum yang kuat, memberi BNN legitimasi untuk menindak tegas semua pihak terlibat—termasuk bila terbukti ada oknum penegak hukum.
“Kalau mereka-mereka itu bermain dengan narkoba, mereka sedang berhadapan bukan dengan Kepala BNN, tapi dengan negara. Berhadapan dengan Presiden,” tegas Martinus, saat memberikan kuliah umum dengan tema ” Penguatan kolaborasi dan perguruan tinggi dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako, Selasa (22/7) petang.
Martinus mengaitkan komitmen nasional ini dengan Asta Cita ke-7 dan Program Prioritas ke-6 pemerintahan, yang menurutnya secara eksplisit memandatkan pemberantasan dan pencegahan narkoba sebagai bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia.
“Obstacle yang dapat menghambat pembangunan itu harus dibereskan. Yaitu narkoba,” katanya.
Dalam paparannya, Martinus menyebut kerja intensif BNN bersama para pemangku kepentingan sepanjang Mei–Juli 2025 menghasilkan penyitaan sekitar 5 hingga 6 ton narkoba berbagai jenis.
Martinus menilai capaian tersebut belum pernah terjadi dalam sejarah penindakan narkoba di Indonesia dalam rentang waktu sesingkat itu. “Tahun pertama kami menangkap tidak sampai 2 ton. Tapi hari ini, di pertengahan tahun, sudah 5 sampai 6 ton,” katanya.
Capaian tersebut, menurut Martinus, menunjukkan efek langsung dari dukungan regulatif dan politik tingkat nasional memperkuat operasi BNN lintas moda—laut, udara, dan jalur darat—untuk memukul sindikat dari hulu ke hilir.
“Jaringannya mulai dari laut, kapal, pesawat terbang kita hajar. Jangan kasih ampun. Itu baru kita namanya berhadapan dengan trans organized crime,” kata mantan perwira Densus 88 yang mengaku membawa pengalaman panjang menangani kejahatan lintas negara.