PALU- Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) yang diperingati 9 Desember mendatang, sebagai bentuk upaya penyadaran publik bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dihadapi dengan cara yang luar biasa.
Menanggapi hal tersebut ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Donggala, Wawan Ilham mengatakan, agar para penegak hukum baik kepolisian, Kejaksaan, maupun pengadilan berintegritas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Tidak ada lagi ‘memainkan’ sebab yang diproses ini kasus korupsi, di dalamnya ada gratifikasi maupun suap, tapi ternyata aparat penegak hukum sendiri memainkan dalam proses penindakan tersebut,” kata Wawan Ilham.
Ia mengatakan, bagaimana negara ini bisa memberantas korupsi secara umum, sementara dalam proses pelaksanaannya, terjadi kasus suap terselubung, dengan mengatasnamakan mendukung program pemerintah.
“Bagaimana mau mendukung program pemerintah, sementara dalam proses pelaksanaannya juga terjadi gratifikasi dan suap, yang juga masuk dalam tindak pidana korupsi,” kesalnya.
Olehnya kata dia, jangan tebang pilih dalam proses tersebut. Apabila ada aparat penegak hukum melakukan tindakan-tindakan korupsi pun harus diproses hukum juga.
Selain itu menurutnya, adapun korupsi dalam internal Pemerintah Daerah yang dapat diselesaikan secara undang-undang, atau tidak usah lagi dilimpahkan ke proses umum, atau proses peradilan tindak pidana korupsi. Hal itu diatur dalam perundang-undangan, agar hal ini tidak menakut-nakuti pejabat tingkat kabupaten, kecamatan sampai desa.
“Baik pejabat kecamatan, desa , kepala dinas, Sekda maupun bupati tidak takut memberikan satu kebijakan yang rentan dengan korupsi itu sendiri,” ujarnya.
Dia mengatakan lagi, yang bisa diselesaikan secara undang-undang dalam internal pemerintahan daerah harus diselesaikan secara internal. Sebab internal Pemda, secara perundang-undangan memiliki mekanisme penyelesaian sendiri. Hal ini demi perbaikan bersama, supaya para penegak hukum polisi, jaksa, hakim sadar agar meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi gratifikasi dan suap dalam proses pelaksanaan penanganan perkara.
Selain dari kesadaran, perlu kerja sama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum (APH) dalam memberikan pemahaman atau edukasi kepada internal pemerintah daerah sendiri, baik kontraktor, pejabat tingkat kabupaten sampai desa. Mensosialisasikan undang-undang Tipikor dan peraturan perundang-undangan lainnya, tempatnya bekerja, terkait tata cara pengelolaan baik APBN, APBD maupun dana hibah.
“Sebab masih banyak yang belum memahami apa makna dari korupsi, gratifikasi dan suap itu sendiri,” sebutnya.
Dan satu hal lagi imbuhnya, harusnya pemerintah daerah gubernur, bupati, wali kota tidak melihat secara sepihak proses penanganan tindak pidana korupsi. Sebaiknya tidak menanganinya dengan proses formal atau diselesaikan secara internal.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG