Penulis: Ahlis Djirimu*
Pada Senin, 10 Oktober 2022, penulis berkesempatan hadir dalam ujian terbuka doktor mahasiswa yang menulis tentang Program Pemberdayaan Masyarakat berbasis pangan di perdesaan. Kabupaten Buol merupakan satu di antara 13 kabupaten/kota yang meluncurkan secara spesifik kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis pada sumber pembiayaan APBD kabupaten, selain Morowali, Banggai, Sigi, Banggai Laut, Kota Palu. Berbagai program seperti Tanah untuk Rakyat (TAURA), one man one cow (ONOC), Program Percepatan Pengentasan Kemiskinan (P3K), Peraturan Daerah Penyanggah Harga dijalankan selama sepuluh tahun terakhir ini. Di tengah keberhasilan dan kegagalan berbagai program tersebut, P3K dijalankan secara konsisten pada petani jagung di Kecamatan Paleleh. Strategi berfokus pangan menjadi strategi tepat karena daerah ini berciri khas pertanian dalam arti luas. Dalam skala global, sejak Tahun 2010, dunia mengalami krisis pangan sebagai konsekuensi dari anomali cuaca, kapitalisasi pangan dan penguasaan aset pangan hanya pada negara tertentu. Setiap hari, ada 1,7 miliar penduduk dunia yang tidak memperoleh nutrisi yang layak terutama penduduk yang berdomisili di Afrika Sub Sahara dan India. Hal ini diperparah lagi oleh Perang Ukraina-Rusia, dominasi kartel dalam penentuan harga pangan membuat volatilitas harga pangan dunia sulit diantisipasi oleh berbagai negara. Indonesia sejak pertengahan dekade 1980an menjadi importir bahan pangan. Hampir semua kendali harga pangan ini dilakukan di Jenewa, Swiss, negara yang tidak mempunyai kultur pangan. Krisis pangan dunia akan menyulitkan negara-negara berpenduduk banyak sehingga harus dapat diantisipasi. Tanpa adanya diversifikasi pangan dan pola pikir monokultur, ditambah dengan degradasi lingkungan akan berpengaruh pada pasokan pangan dunia. Cepat atau lambat, Indonesia pada umumnya dan Provinsi Sulteng akan terdampak.
Pada periode 2020-2021, Kabupaten Buol menjadi satu-satunya daerah di Sulteng yang angka kemiskinannya meningkat dari 13,93 persen menjadi 14,06 persen. Angka Kemiskinan Ekstrim di Kabupaten Buol mencapai 4,65 persen atau ada 7.660 jiwa. Ada 1.217 jiwa merupakan kemiskinan difabel, 12 Rumah Tangga Nelayan Perikanan Tangkap dan 1.047 RTM perikanan budidaya. Selain itu, terdapat pula 1.069 RTM rumah tangga yang dipimpin oleh perempuan/janda yang 551 RTMP di antaranya berusia di atas 60 tahun dan 343 RTMP berusia 45-59 tahun dan 175 RTMP berusia di bawah 45 tahun. Di Tahun 2021, sumbangsih perempuan di Kabupaten Buol naik dari 25,02 persen pada 2020 menjadi 25,39 persen. Sedangkan Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Buol termasuk terendah kedua di Sulteng mencapai 89,10 poin turun dari 89,25 poin di atas IPG Kabupaten Donggala. Sementara Indeks Pemberdayaan Gender juga berada di posisi terendah kedua di atas IDG Kabupaten Morowali. IDG Kabupaten Buol mencapai 61,32 poin naik dari 61,17 poin dari Tahun 2020. Selain itu, terdapat 36 desa di Kabupaten Buol yang blank spot berpengaruh pada digital farming dan digital marketing yang saat ini menjadi media dalam sistem pembayaran daring.
Berdasarkan temuan studi bahwa Pendapatan baik secara serempak maupun parsial dipengaruhi oleh Benih, Pupuk, Pestisida, dan Biaya Pengolahan. Keunikan studi ini adalah studi kasus spasial berada pada wilayah kecamatan terpencil di Sulteng dan mengukur kajian sebelum dan sesudah pelaksanaan program. Di Kabupaten Buol, Penurunan kemiskinan justru terjadi pada kecamatan yang terpencil ketimbang kecamatan yang berada pada wilayah dekat dengan perkotaan seperti Biau, Momunu, Lakea. Keunikan selanjutnya, ada interaksi rendahnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan kemiskinan dan tingginya angka pengangguran. Keunikan ketiga, Kabupaten Buol menjadi satu-satunya daerah di Sulteng yang memberlakukan Peraturan Daerah penyanggah harga, mobilisasi pangan dan hortikultura, peternakan dan perikanan, kolaborasi antar pemangku kepentingan. Apakah hal ini akan berlanjut terus di masa penjabat Bupati? Belum ada jaminan tentang hal ini. Saat ini Pelaksana pembangunan Provinsi Sulteng belum berubah paradigmanya dari mengagungkan pertumbuhan (growth oriented) menuju pertumbuhan berkeadilan (equity for growth) termasuk bekerja business as usual.
Sepuluh tahun sudah pemerintah Kabupaten Buol telah menjalankan program perlindungan social dan pemberdayaan masyarakat. Tantangan atas kemiskinan ekstrim yang ditargetkan menjadi nol persen merupakan pekerjaaan rumah pemerintahan berikutnya. Solusi utama adalah adanya transformasi dari additional cash transfert ke pemberdayaan masyarakat berbasis pada perlinsos dan menjaga daya beli masyarakat serta social registry. Implementasi social assistance maupun CSR yang unbanked menjadi rolling softloan dan subsized loan berwujud pembiayaan UMKM lalu berlanjut pada special scheme of commercial loan dan fully commercial loan yang Banked. Lalu apa sumbangsih provinsi di Kabupaten Buol? Padat Karya pada wilayah infrastruktur dan maupun Daerah Irigasi yang ada di Kabupen Buol, serta inisiatif kerjasama dengan daerah di wilayah laut Sulawesi baik di pesisir timur Kalimantan maupun Wilayah Pesisir Barat Laut Sulawesi dapat menjadi strategi bila Pemerintah Provinsi cermat dalam membaca tanda-tanda perubahan jaman di tengah masyarakat Buol homogen nan kritis pada rezim pemerintahan.
—
Staf Pengajar FEB-Untad