POSO – Kasus dugaan perundungan terhadap salah seorang santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Baabul Khair, Kabupaten Poso, terus bergulir. Polemik itu kini meruncing setelah pihak pondok pesantren melayangkan somasi kepada keluarga korban berinisial ASK (12) tahun.

Menanggapi hal itu, tim kuasa hukum keluarga korban, M. Wijaya, SH., M.H secara tegas membantah dan menilai somasi itu sebagai bentuk intimidasi hukum terhadap orang tua korban.

“Kami menilai somasi ini merupakan tindakan intimidasi hukum yang berpotensi mengarah pada kriminalisasi terhadap orang tua korban,” tegas M. Wijaya yang didampingi Eko Agung, S.H kepada sejumlah wartawan di Poso, Rabu (15/10).

Menurutnya, pimpinan pondok seharusnya mengambil langkah persuasif dan mengedepankan etika penyelesaian masalah atas dugaan kekerasan di lingkungan pendidikan, bukan justru mengancam pihak keluarga dengan jalur pidana maupun gugatan perdata.

“Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren mestinya menjunjung nilai moral dan tanggung jawab terhadap santri. Somasi dengan ancaman hukum seperti ini menunjukkan pengabaian terhadap nilai-nilai edukatif dan perlindungan anak,” ujar Wijaya.

Ia mengungkapkan, bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi langsung dengan Polres Poso untuk memastikan laporan pengaduan yang diajukan keluarga korban berjalan sesuai prosedur dan asas keadilan.

“Kami percaya kepada profesionalisme aparat penegak hukum untuk menegakkan prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam kasus ini,” tambahnya.

Terkait klaim Ponpes Baabul Khair yang menyebut telah terjadi penyelesaian damai pada 12 dan 16 Agustus 2025, pihak kuasa hukum membantah keras pernyataan tersebut.

“Bahwa tidak pernah ada kesepakatan damai yang bersifat substantif maupun mengikat secara hukum. Klaim itu kami anggap sebagai penyelesaian semu yang justru menutup tanggung jawab institusional,” tegasnya.

Lebih lanjut, tim hukum menilai adanya potensi kelalaian institusional atau negligence yang dilakukan pihak pondok, mengingat prinsip In Loco Parentis mewajibkan pesantren menjamin keselamatan dan perlindungan para santri.

“Sebagai tindak lanjut, kami siap menempuh jalur hukum secara menyeluruh, termasuk mendukung proses pidana yang tengah ditangani Polres Poso dan mengajukan gugatan perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUH Perdata, untuk menuntut ganti rugi serta pemulihan nama baik korban,” tukasnya.

Pihak kuasa hukum juga menyebut telah menembuskan surat tanggapan atas somasi tersebut kepada Kementerian Agama RI, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, KPAI, Komisi VIII DPR RI, serta aparat pengawas terkait lainnya.

“Ini bukan semata perkara pribadi, tapi soal tanggung jawab lembaga pendidikan dalam menjamin keamanan dan hak-hak anak didik,” pungkas Wijaya.