PALU – Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Lintas Agama, Kemenag Kota Palu menggelar Workshop Peningkatan Multikultural dan Dialog Lintas Agama tingkat Provinsi Sulteng, mulai tanggal 11 sampai 12 April 2018 di salah satu hotel di Kota Palu.
Ketua Panitia, H. Arman Rampadio menguraikan, dalam konteks masyarakat Kota Palu, diperlukan kondisi dan kebijakan strategis yang dapat mensupremasi dan memelihara kerukunan masyarakat antar Kelurahan, guna mewujudkan masyarakat Kota Palu yang aman, damai, maju, sejahtera dan bersatu.
Kata dia, belajar dari sejumlah kerusuhan dan konflik sosial yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, dan diberbagai daerah di Indonesia khususnya di Kota Palu, beberapa tahun yang lalu. Dari hasil kajian menunjukkan, bahwa konflik itu terjadi pada mulanya disebabkan oleh karena adanya kesenjangan sosial ekonomi, kenakalan anak muda yang dipengaruhi oleh minuman keras serta adanya provokator.
“Dan faktor-faktor yang awalnya menjadi pemicu konflik, salah satu penyebabnya adalah ketidak rukunan masyarakat, diantaranya adalah masalah kesenjangan sosial ekonomi. Kaum faqir dan miskin demikian banyak, sementara kaum yang kayatidak begitu peduli dengan kenyataan ini,” ucapnya.
Untuk merespon fenomena masyarakat tersebut, Pokjaluh Lintas Agama Kemenag Kota Palu merasa berkewajiban secara moral untuk menyikapi isu-isu Nasional terkini yang terjadi saat ini, agar lebih menghayati arti Pluralisme dan Kemajemukan dalam Bingkai Kebhinekaan tersebut melalui diskusi yang dikemas dalam Workshop Peningkatan wawasan Multikultural dan dialog lintas agama bersama perwakilan para tokoh-tokoh agama se Sulteng.
Kepala Kemenag Kota Palu, H. Ma’sum Rumi menyampaikan bahwa kegiatan itu tidak hanya sebatas seremonial tapi harus memberikan azas manfaat untuk masyarakat. Terlebih kata dia, beberapa waktu lalu petinggi-petinggi di Kemenag Pusat melakukan sering dan melahirkan enam komitmen yang harus dilakukan. Eenam komitmen tersebut berkaitan dengan kerukunan antar umat beragama yang akan dijalankan dari tingkat pusat hingga kedaerah-daerah.
Dari enam komitmen itu, secara garis besarnya adalah menghimbau agar setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk agama lain dengan sebuah niat yang tulus, ikhlas, penuh kasih sayang dengan saling menghormati dan bersikap baik kepada sesama manusia dengan tidak melihat agama, suku dan ras.
Selain itu, setiap pemeluk agama dengan agama lain agar mengembangkan dialog, serta tidak mencampuri urusan internal agama lain.
“Mudah-mudahan kegiatan hari ini akan melahirkan kesepakatan komitmen-komitmen yang telah disepakati dan Insya Allah kita akan melakukan pendandatanganan bersama pernyataan sikap tokoh-tokoh agama di Sulteng ini, sekalipun pelaksanaannya dilaksanakan oleh Kemenag Kota Palu,” terangnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Kanwil Kemenag Sulteng di wakili KTU Kanwil Kemenag Sulteng, H. Kiflin Padjala berujar, saat ini masyarakat telah diresahkan dengan isu bangkitnya kelompok paham radikal PKI. Sehingga dia mengimbau agar semua yang terlabat dalam kegiatan itu untuk menjadi agen kedamaian ditengah-tengah masyarakat.
“Mari kita bersama-sama melangkah kearah lebih baik. Sebagai orang Kemenag kita saling mengingatkan, mari kita menjadi penyejuk di tengah masyarakat, menjadi manusia yang baik dan menjadi teladan,” imbaunya.
Ditemui diselah-sela kegiatan, Ketua Pokjaluh Lintas Agama Kemenag Kota Palu, Zulfiah, S. Ag, M. Hi menjelaskan bahwa realitas kebangsaan menunjukan bahwa kemajemukan dari segi suku bangsa, budaya dan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Kenyataan itu disadari oleh pemimpin bangsa yang telah memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dari tangan penjajah asing. Mereka memandang bahwa kemajemukan tersebut bukanlah halangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta mewujudkan cita-cita nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemajemukan tersebut adalah merupakan kekayaan bangsa Indonesia.
Zulfiah menilai, cara pandang yang positif seperti itu relevan dengan ajaran agama yang menjelaskan bahwa kemajemukan itu bagian dari sunnatullah, yakni terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga harus diterima dengan lapang dada dan dihargai, termasuk di dalamnya perbedaan keyakinan keagamaan.
“Memang, bukanlah perkara yang mudah mengelola kemajemukan, di satu sisi umat beragama sebagai salah satu komponen bangsa berusaha memelihara identitas dan memperjuangkan aspirasinya, sementara pada sisi yang lain, mereka juga dituntut untuk memberi andil dalam rangka memelihara kerukunan dan keutuhan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan kearifan dan kedewasaan di kalangan umat beragama untuk memelihara keseimbangan antara kepentingan kelompok dan kepentingan nasional maupun kepentingan daerah,”kata Zulfiah.
Kata Zulfiah, dilaksanakan kegiatan tersebut bermaksud untuk membentuk individu yang bisa menjadi penggerak dalam melakukan perdamaian bagi semua kalangan masyarakat, dengan tujuan untuk memperluas wawasan para peserta menyangkut kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam membina dan memelihara kerukunan umat beragama, meningkatkan dialog yang mengarah pada pengembangan wawasan Multikultural dan Pluralisme para penyuluh lintas agama. Mendorong partisipasi masyarakat untuk bisa jadi Penggerak dalam Pelayanan Perdamain bagi semua serta Mendukung Upaya Pemerintah dalam mewujdkan masyarakat yang Damai. Serta mengaplikasikan hasil diskusi dalam bentuk Rekomendasi untuk menemukan solusi yang solutif bagi konflik sosial maupun konflik yang berpotensi mengarah pada konflik Antar Agama di Sulteng.
Kegiatan itu yang mengangkat Tema ’Tebarkan Kedamaian Melalui Peningkatan Wawasan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal untuk Mewujudkan Masyarakat yang Harmonis’. Telah menhadirkan 90 peserta yang merupakan penyuluh agama dan perwakilan tokoh agama se Sulteng. Serta menghadirkan empat narasumber, yakni KTU Kanwil Kemenag Sulteng, H. Kiflin Padjala, Guru Besar IAIN Palu, Prof. Dr. H. Zainal Abidin, Dosen Untad, Dr. Christian Tindjabate, Sekretaris PHDI Sulteng. Dr. dr. Ketut Suarayasa. (YAMIN)