PALU – Para pengungsi hunian sementara (huntara) mendapatkan pemberlakuan khusus atau keringanan dalam pembayaran listrik. Pemerintah dan PLN telah sepakat  menerapkan pembayaran listrik dengan tarif sosial bagi mereka dengan daya 450 VA. Tarif sosial ini lebih rendah ketimbang tagihan listrik rumah tangga atau reguler lainnya.

Dengan tarif sosial, pengguna hanya dikenakan tagihan sebesar Rp326 per kwh. Sementara tarif rumah tangga dengan daya 450 (subsidi) dikenakan tarif Rp414 per kwh dan rumah tangga dengan daya 900 va tarifnya Rp1.300 per kwh.

Manager PT PLN (Persero) Area Palu, Abbas Saleh, belum lama ini, menjelaskan, kesepakatan untuk memberi tarif sosial itu melalui jalan panjang, sebab PLN sendiri tidak memiliki kewenangan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Penerapan tarif sosial berawal dari surat permohonan Gubernur Sulteng yang masing-masing ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta General Manager PT PLN Wilayah Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo (Suluttenggo) pada tanggal 27 November 2018.

Gubernur bermohon penyambungan meteran listrik seluruh huntara dengan daya 450 VA.

Permohonan ini kemudian direspon Kementerian ESDM melalui surat balasan tanggal 5 Desember 2018. Gubernur kemudian diundang untuk membahas permohonan itu pada 11 Desember 2018.

“Kami bersama GM PLN Suluttenggo hadir bersama gubernur dalam pembahasan itu,” ungkap Abbas.

Dalam pembahasan itu, kata dia, Direktorat Jenderal Kelistrikan, Kementerian ESDM menjelaskan, Kota Palu sebenarnya tidak dapat dimasukkan sebagai daerah penerima manfaat tarif sosial. Karena Palu tidak termasuk daerah terdepan, terluar atau tertinggal (3T).

“Sesuai Peraturan Presiden (Pepres) 131 tahun 2015, daerah tertinggal di Sulteng hanya Kabupaten Donggala dan Sigi,” jelasnya.

Kemudian, kata dia, sesuai Peraturan ESDM Nomor 32 Tahun 2018, sambungan listrik tarif sosial juga sebenarnya hanya diberikan bagi keluarga miskin dan kurang mampu yang namanya tercatat dalam data terpadu.

“Nah untuk penghuni huntara sebenarnya tidak semuanya keluarga tidak mampu,” jelasnya.

Namun, menurut Abbas, kebuntuan itu diretas pihak PLN. Dalam pembahasan, PLN menyanggupi untuk tetap melakukan penyambungan listrik huntara di Palu, Sigi dan Donggala dengan daya 450 VA, sekaligus dengan tarif sosial atas nama pemerintah provinsi.

“Meski ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi untuk tarif sosial itu. Inilah yang kami tindak lanjuti sampai saat ini,” sebutnya.

Sedangkan untuk biaya penyambungan baru, tambahnya, sesuai kesepakatan tidak dibebankan kepada masyarakat atau korban yang menempati huntara. Biaya penyambungan ditanggung sepenuhnya oleh PUPR dan rekanan.

Lebih jauh dia mengatakan, sampai 15 Februari 2019, sudah sekitar 1.757 bilik huntara yang tersambung meteran listrik. Seluruhnya sudah menyelesaikan biaya penyambungan.

Sebanyak 2.436 bilik di antaranya sudah melakukan pembayaran namun belum tersambung meteran.

“Ini lantaran kami masih menunggu distribusi meteran. Tapi ini secepatnya akan kami pasang,” ucapnya.

Sesuai data, jumlah bilik huntara dari PUPR, lanjut Abbas, adalah sebanyak 6.344.

Dari total jumlah bilik itu, sebanyak 2.151 bilik di antaranya dalam proses pembayaran penyambungan.

“Insya Allah dalam waktu dekat seluruh unit yang telah ditempati masyarakat bisa segera tersambung dan menyala,” pungkasnya. (HAMID)