PALU – Yayasan PLAN Internasional Indonesia (YPII) menawarkan program yang bisa direplikasikan di Sulteng untuk mencegah perkawinan anak melalui literasi keuangan remaja, keluarga dan juga komponen pemberdayaan masyarakat yang terlibat dalam KPPAI.
“Program ini telah berhasil diterapkan di Kabupaten Lombok dan akan diupayakan diterapkan di Sulteng,” kata Program Direktur YPPI, Dwi Rahayu Juliawati, Selasa (25/06).
Kemudian, kata dia, mengikut sertakan orang tua, di mana dari studi yang dilakukan, ada peran orang tua yang permisif (membolehkan) adanya perkawinan anak.
Dia mengatakan, PLAN memiliki piranti Indeks Penerimaan Charlie Married.
Lebih lanjut dia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang unik, sebab paling tinggi Indeks Penerimaan Charlie Marriednya dibanding negara lain seperti Pakistan, Bangladesh dan sebagian Etopia dan Amerika.
Tetapi kata dia, jika dibandingkan dengan negara tersebut, maka perkawinan anak di Indonesia justru lebih rendah.
“59 persen perkawinan anak terjadi di kalangan keluarga dengan ekonomi yang rendah,” katanya.
Menurutnya, berbagai temuan ini mengungkapkan pentingnya program remaja dan pemuda yang sensitive gender, agar kebutuhan spesifik perempuan tetap terpenuhi dari awal, seperti pentingnya fasilitas MCK dan privasi yang memadai untuk manajemen menstruasi yang sehat.
Sementara peneliti Kuriake Kharismawan dan Endro Kristanto, mengatakan, kerentanan remaja perempuan dan pemuda pascabencana adalah tantangan kemanusiaan yang kompleks dan memerlukan kerja sama aktif berbagai organisasi kemanusiaan untuk membangun program komprehensif.
Dia mengatakan, remaja perempuan dan pemuda kelompok usia 10-24 tahun adalah kelompok tersendiri dengan kebutuhan dan kerentanan khusus.
“Walau mereka adalah kelompok rentan pascabencana, remaja perempuan dan pemuda juga menunjukkan ketangguhan dan inisiatif konstruktif di masa krisis, seperti menolong dan berinteraksi dengan sesama,” ungkapnya.
Meskipun demikian, kata dia, secara umum mereka kurang mendapat perhatian yang memadai lewat dukungan kemanusiaan.
Dia menegaskan, remaja dan pemuda adalah penyintas, sehingga program bantuan kemanusiaan harus menyasar mereka, sebagai sumber informasi untuk memahami isu remaja pascabencana dan sebagai pelaku aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan untuk kebijakan dan program kemanusiaan yang ramah remaja.
Sementara Direktur Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan, dr. Erna Mulati M.Sc, CMFM
menekankan pentingnya kerja sama untuk menjaga kesejahteraan remaja di masa krisis melalui koordinasi klaster kesehatan dan subklaster kesehatan reproduksi (Kespro). (IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.