PALU – Debat calon presiden (capres) putaran kedua yang digelar Ahad (17/02) malam, dinilai sebagai “pertarungan” antara capres melawan presiden, bukan sesama capres.
Dalam hal ini, posisi Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, sebab apa yang disampaikannya sebagian besar merupakan program kerja yang melekat pada dirinya sebagai presiden (petahana).
Penilaian ini diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Sigi, Abdul Rifai Arif.
Rifai kepada media ini, Senin (17/02), mengatakan, secara umum, Jokowi dalam menyampaikan argumennya, memang berdasarkan data pendukung.
“Tapi itu wajar karena data yang dia sampaikan itu berdasarkan apa yang sudah dilakukannya selama menjabat. Padahal yang kita ingin tahu, apa yang seharusnya dia mau lakukan ke depan. Jadi debat ini kesannya capres melawan presiden,” Katanya.
Di sisi lain, dia melihat adanya ketidaksiapan Prabowo Subianto dalam meng-counter data-data yang disampaikan Jokowi.
“Padahal menurut saya data-data yang disampaikan Jokowi ini kan belum tentu valid juga. Data-data yang disampaikan Pak Jokowi itu masih perlu dikonfirmasi,” Katanya.
Namun kata dia, di sisi lain, Prabowo juga terlihat bisa menguasai jalannya debat.
“Pembelaan terhadap masalah kedaulatan pangan terlihat sangat dipahami Prabowo,” Ujarnya.
Dia pun mengungkap beberapa kekacauan data yang disampaikan Jokowi dalam debat tersebut.
“Dia menyebut Tahun 2018 total impor jagung 180.000 ton, padahal data sahih menunjukkan impor jagung semester 1 saja sudah 331.000 ton dan total tahun 2018 sebesar 737.228 ton,” Tuturnya.
Kemudian, kata dia, Jokowi menyatakan telah membangun lebih dari 191.000 kilometer jalan. Padahal, kata dia, panjang jalan itu adalah yang ada sekarang ini, yang sudah terbangun sejak jaman Soekarno.
“Presiden menyatakan bahwa bekas galian tambang sebagian telah dialihfungsikan, di antaranya untuk kolam ikan. Padahal berbagai literatur menunjukkan bahwa area bekas tambang tidak bisa digunakan untuk apapun, karena terpapar radiasi. Itu kolam di daerah tambang yang mana? tanyanya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga dinilainya tidak bisa membedakan status kepemilikan tanah, antara HGU (Hak Guna Usaha) dan SHM (Sertifikat Hak Milik).
“Terjadi kekacauan pemahaman, apakah Menteri Agraria tidak memberikan informasi dan brief yang cukup tentang status kepemilikan tanah Prabowo di Kaltim dan Aceh? tanyanya lagi.
Berbeda dengan Rifai, Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Sigi, Muh Masykur justru mengatakan, hasil debat capres putaran kedua telah mencerminkan bagaimana capres 01 menyuguhkan apa yang sudah dilakukan dan akan dilanjutkan ke depannya.
“Bahwa yang terpenting adalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan tidak bisa lagi dipisahkan. Penegakan hukum atas praktik pelanggaran pengrusakan lingkungan tidak bisa lagi ditempatkan di nomor kesekian,” katanya.
Capaian itu, kata dia, menjadi jembatan untuk membersihkan praktik busuk antara pejabat, korporasi dan oknum aparat.
“Kami nilai saat ini proses menuju ke sana sedang dirintis saat ini. Butuh proses dan dukungan segala pihak untuk pekerjaan besar seperti itu,” imbuhnya. (RIFAY)