PALU – Bencana alam yang terjadi pada 28 September 2018 lalu di wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, telah menyebabkan rusaknya sejumlah infrastruktur, termasuk merusak jaringan air bersih.
Saat ini, warga di beberapa wilayah terdampak masih mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, baik untuk kebutuhan hidup maupun mengairi sawah dan perkebunan.
PKBI JMK Oxfam yang sejak awal bencana sudah melakukan respon terhadap korban bencana, kembali mengambil peran membangun tujuh water system atau jaringan air bersih dari sumber air hingga ke pemukiman warga.
Pembangunan jaringan air bersih itu berada di empat desa di wilayah Donggala, yakni Desa Toaya, Toaya Vunta, Ape Maliko dan Lende Tovea. Sementara tiga desa lainnya terdapat di Kabupaten Sigi, yakni Desa Pandere, Tuva dan Desa Langaleso.
Program Manager (PM) PKBI JMK Oxfam, Haris CH. Oematan, Senin (26/10), mengatakan, kegiatan ini merupakan peningkatan akses infrastruktur air agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses air bersih yang layak dikonsumsi.
Kata dia, kegiatan ini dilakukan melalui studi kelayakan secara sederhana dengan Methodology Participatory Assesment (MPA) yang di dalamnya menggunakan beberapa tools dari Participatory Rural Appraisal (Historical Line, FGD, diagram venn kelembagaan, Seasonal Calendar Musim) serta Rapid Technical Assesmant teknis cepat dan survey jaringan pipa terhadap infrastruktut air yang telah dibangun.
“Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini yakni ketersediaan sumber air baku yang layak dan baik konsumsi bagi masyarakat, meningkatnya akses yang setara khusus air bersih, sanitasi dan kebersihan serta adanya keterlibatan, kontribusi dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam siklus program PIMES (Perencanaan, Monitoring Evaluasi Sistem) hingga serah terima ke masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Officer PHE PKBI JMK Oxfam, Rizky Basuki, menjelaskan, pembangunan tujuh water system di tujuh desa meliputi perbaikan pada sumber air, penggalian jalur pipa ke bak penampung, pembangunan bak penampung, serta jalur distribusi air ke tugu kran ditengah perkampungan warga.
“Sebelumnya, kami telah melakukan survei sumber air serta penentuan titik tangkapan air yang bagus. Kemudian menentukan jalur pipa bersama warga, menentukan lokasi bak penampung dan menentukan jalur pipa ke tugu kran yang nantinya akan dimanfaatkan warga secara umum,” terang Rizky.
Ia mengakui terdapat kendala di tahap awal, seperti penentuan alur pipa yang melewati kebun dan lahan warga, lokasi bak penampung yang tidak disetujui pemilik lahan, serta beberapa kendala teknis lainnya.
Namun, kata dia, setelah dilakukan musyawarah bersama warga dan pemerintah desa (pemdes), akhirnya semua kendala tersebut sudah teratasi.
“Pembangunan tujuh water system itu kita targetkan rampung 100 persen pada November 2020 mendatang,” harapnya.
Lebih lanjut Rizki mengatakan, pihaknya juga akan mendorong pemerintah desa untuk membuat peraturan desa (perdes) terkait pemeliharaan water system itu, sehingga tetap terawat dan dapat terus dimanfaatkan masyarakat setempat.
PKBI JMK OXFAM lanjutnya, juga telah membentuk komite air disemua desa yang dibangunkan jaringan, bahkan beberapa pengurus komite air telah diikutkan dalam Training of Trainer (ToT) sekolah informal komite air.
Dalam TOT itu, diajarkan teknik pemeliharaan dan menejerial agar jaringan air yang telah dibangun dapat bertahan lama dan terus dapat dimanfaatkan masyarakat. (***/RIFAY)