PARIMO – Petani di Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, terpaksa menimbun ratusan ton gabah hasil panen mereka karena tidak ada pembeli. Kondisi ini membuat hasil panen berisiko rusak akibat terlalu lama disimpan di gudang.
Meski panen tahun ini tergolong melimpah, para petani mengaku kesulitan memasarkan hasilnya. Mereka memilih menimbun gabah dan menunggu pembeli, sebab menggiling gabah menjadi beras tanpa kepastian pasar justru berpotensi menambah kerugian.
“Gabah kami terpaksa ditimbun karena tidak ada yang membeli. Kalau digiling jadi beras tanpa ada pembeli, kami justru bisa rugi,” ujar salah satu petani, I Made Kriya, Selasa (15/10).
Hal serupa disampaikan Nyoman Sukir, petani lainnya di Torue. Ia mengatakan biaya produksi yang tinggi sejak awal musim tanam membuat kondisi petani semakin sulit.
“Bayangkan saja, sebelum panen kami sudah mengeluarkan banyak uang untuk pupuk, obat-obatan, dan ongkos panen. Bahkan ada yang harus berutang ke toko pertanian,” tuturnya.
Para petani berharap pemerintah daerah turun langsung meninjau persoalan tersebut dan memberikan solusi konkret. Mereka menilai pemerintah tidak seharusnya hanya menggaungkan Parimo sebagai daerah swasembada beras di Sulteng, tetapi juga harus memastikan pasar dan penyerapan hasil panen petani.
“Tidak ada gunanya Parimo disebut lumbung beras kalau hanya di atas kertas, sementara di lapangan petaninya justru menderita,” tambah Made.
Selain itu, para petani juga mengkhawatirkan kualitas gabah yang disimpan terlalu lama. Jika tidak segera digiling, gabah berpotensi rusak akibat serangan hama seperti ulat dan kutu.
Mereka berharap pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan Bulog atau pihak terkait lainnya agar hasil panen dapat terserap dan tidak terbuang sia-sia.