Walhi: Ini Potret Buruk Hukum

oleh -
Hemsi mencium anak bayinya, sebelum mengikuti sidang pembacaan putusan di PN Pasangkayu, Senin (25/03). (FOTO: IST)

PASANGKAYU – Ketua  Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasangkayu, Estavano Purwanto, menjatuhkan vonis pidana penjara selama lima bulan kepada Hemsi, petani Rio Pakava Kabupaten Donggala. Vonis ini dibacakan Senin (25/03).

Dia dilaporkan oleh PT. Mamuang, mencuri kelapa sawit milik perusahaan. Namun bagi Hemsi, itu tidak benar, sebab dia memanen sawit di kebunnya sendiri.

Dalam amarnya, Estavano menyatakan, Hemsi terbukti secara sah melakukan pencurian, di lahan PT. Mamuang.

Harun selaku, kuasa hukum  dan Hemsi pun, tidak menerima dan menyatakan banding.

“Saya tidak mencuri seperti  dituduhkan oleh PT. Mamuang, sebab  itu lahan saya dan akan terus memperjuangkan hak atas tanah ini sampai kapanpun,” tegas Hemsi.

Terkait hal tersebut, Manager Kampanye WALHI Sulteng Stevandi, mengatakan, putusan terhadap Hemsi adalah bentuk ketidakadilan dan keberpihakan hukum kepada korporasi.

“Sidang kali ini adalah potret buruk hukum di negeri kita yang selalu saja tidak berpihak pada rakyat kecil. Ini bukti matinya keadilan di PN Pasangkayu,” jelas Stevandi.

Pihaknya sudah menduga, putusan kali ini tidak akan berpihak kepada petani, sebab jarak pembacaan pledoi dan putusan hanya berselang dua hari saja. Patut diduga putusan ini memang sudah dipersiapkan sebelumnya.

 

Hemsi mendapat dukungan moral dari puluhan para petani, Rio Pakava Foto ;Ist

Saat disidang, Hemsi mendapat dukungan moral dari para petani. Puluhan petani Rio Pakava datang sambil membawa poster-poster tuntutan, tepat di depan pintu sidang hingga sidang selesai.

“Ini adalah bentuk solidaritas terhadap Hemsi yang saat ini dikriminalisasi oleh PT. Mamuang dan negara yang terkesan acuh atas persoalan ini,” terang salah satu rekan Hemsi. (IKRAM)

 

 

Tentang Penulis: Fauzi Lamboka

Gambar Gravatar
Profesi sebagai jurnalis harus siap mewakafkan diri untuk kepentingan publik. Menulis merupakan kebiasaan yang terus diasah. Namun, menulis bukan sekadar memindahkan ucapan lisan ke bentuk tulisan. Tetapi lebih dari itu, mengabungkan logika (akal), hati (perasaan) untuk medapatkan rasa, yang bisa diingat kembali di hari esok.