Petani Plasma Terintimidasi Perusahaan dan Aparat di Lahan Sendiri

oleh -
Mobil aparat memasuki area layan petani Plasma- Petani Plasma Buol mengadang mobil aparat melintas di lahan mereka. Foto: Istimewa

BUOL- Aliansi Gerakan Reforma Agraria Wilayah Sulawesi Tengah mendesak dan menuntut kepada pemerintah Kabupaten Buol dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah segera secara serius menyelesaikan masalah program kemitraan inti plasma sangat merugikan petani pemilik lahan plasma.

Selain itu berharap kepada pihak kepolisian Resort Buol dan Polda Sulawesi Tengah bersikap adil dan tidak cenderung berat sebelah, hanya memihak kepada perusahaan, serta mendesak kepada Polda Sulawesi Tengah menghentikan mobilisasi aparat kepolisian ke wilayah-wilayah menjadi titik pemalangan operasional kebun oleh petani pemilik lahan plasma, atas nama pengamanan serta menghentikan proses pemeriksaan terhadap 4 orang Petani dan pengurus FPPB.

Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Wilayah Sulawesi Tengah Irsan S Ndala menjelaskan, pihak aparat kepolisian bersenjata lengkap mendatangi kebun sawit milik petani plasma di Kabupaten Buol pada Selasa (20/2).

“Kedatangan aparat tersebut berkaitan dengan aksi penghentian operasional plasma dilakukan oleh Petani Plasma (Pemilik lahan) yang tergabung dalam Organisasi Forum Petani Plasma Buol (FPPB) sejak 8 Januari lalu hingga kini guna menuntut keadilan kemitraan dengan PT.HIP selaku perusahaan Mitra,” papar Irsan dalam keterangan tertulisnya diterima Media Alkhairaat.id,Kamis (22/2).

Ia menyayangkan, sikap PT. HIP tidak mengindahkan tuntutan FPPB, tapi justeru terus melakukan upaya-upaya pembukaan paksa operasional kebun plasma dengan menyertakan pengerahan aparat kepolisian bersenjata lengkap secara berlebihan.

Keinginan petani plasma sesungguhnya sangat sederhana, yaitu hanya ingin bertemu dengan PT. HIP secara langsung dan mendapatkan penjelasan secara terbuka terkait hutang kemitraan harus ditanggung oleh Petani. Sebab hutang itu berakibat pada tidak adanya bagi hasil diterima oleh petani selama bertahun-tahun menjalankan kemitraan.

Ia menuturkan, penghentian operasional kebun plasma dilakukan oleh petani pemilik lahan sejak 8 Januari 2024 lalu, akibat dari ketidakjelasan skema kemitraan dijalankan oleh PT. HIP bersama 7 koperasi mitra.

Selama ini membuat petani pemilik lahan hanya menjadi pihak dirugikan. Bagimana tidak, selama kurang lebih 16 tahun program kemitraan plasma dijalankan petani pemilik lahan hanya bisa menyaksikan tandan-tandan sawit di kebun mereka di panen oleh perusahaan, tanpa pernah mendapatkan bagi hasil sesuai dengan tertera di dalam klausul kontrak perjanjian kemitraan.

Parahnya lagi, kata dia, petani pemilik lahan justru harus terus menanggung hutang kemitraan sama sekali tidak diketahui peruntukannya dengan nominal berbeda-beda di masing-masing koperasi.

“Jika ditotalkan, jumlah hutang tersebut mencapai Rp. 590.134.723.530 di 7 Koperasi Mitra,” katanya.

Atas situasi tersebut, sebut dia, beberapa upaya negosiasi melalui Pemeritahan Daerah Kabupaten Buol sebelumnya telah berkali-kali ditempuh, namun tidak memiliki kemajuan yang signifikan. Hingga para petani yang tergabung dalam Forum Petani Plasma Buol (FPPB) bersepakat untuk melakukan penghentian operasional plasma sejak 08 Januari tahun 2024 hingga PT. HIP bersedia untuk berunding secara langsung dengan petani.

“Alih-alih melakukan perundingan sebagaimana dikehendaki oleh Petani, PT. HIP justeru terus melakukan tindakan terror, intimidasi, provokasi hingga upaya-upaya kriminalisasi terhadap petani,” ucapnya.

Upaya-upaya tersebut ujar dia, sangat nyata melalui beberapa kali aktifitas pemanenan paksa dilakukan oleh perusahaan dengan pengawalan aparat kepolisian bersenjata lengkap, termasuk terjadi pada selasa 20 Februari kemarin dan pemanggilan 4 orang petani dan pengurus FPPB oleh kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Kepolisian Resort Buol.q

Reporter: IKRAM