PARIMO- Maraknya kelangkaan pupuk dan tingginya harga pestisida di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, membuat petani menginginkan kembali program pertanian berjaya di era orde baru.
Program tersebut yakni bimbingan massal (Bimas), di mana penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian, serta program intensifikasi massal (Inmas) yang merupakan tahapan lanjutan dari program Bimas.
Salah satu Petani Desa Baliara, Arif B, mengungkapkan, banyak program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat bagi sektor pertanian, khususnya persawahan, tidak mampu mengangkat hasil produksi sesuai harapan.
“Sudah banyak jenis model proses penanaman yang diperkenalkan salah satunya jajar legowo dan lain sebagainya,” jelasnya.
Meskipun banyak program tanam, kata dia, program Bimas dan Inmas sangat baik dirasakan petani. Karena pemerintah kala itu mengambil peran untuk mengontrol penggunaan pestisida.
Berbeda saat ini, maraknya obat yang beredar tanpa adanya kontrol, tidak mampu menghasilkan produksi yang terbaik.
“Makanya target swasembada pangan tidak terlaksana, meskipun Parimo terus mengalami surplus beras, tetapi kondisi di lapangan membuat petani menjerit,” keluhnya.
Ditambah lagi, peran dari penyuluh pertanian yang tidak lagi pada fungsinya. Penyuluh seharusnya memberikan pendidikan kepada petani, malah yang terjadi di lapangan, sebaliknya.
“Di sini adalah peran penyuluh sangat penting, memberikan edukasi terkait penggunaan pestisida. Malah terjadi hanya mengugurkan kewajiban saja, dengan meminta tanda tangan kepada kelompok tani,” terangnya.
Petani lainnya, I Nyoman Aswa, mengungkapkan negara menginginkan petani menjadi tiang negara, tetapi mobilisasi perusahaan untuk masuk di pasar dalam penjualan obat pertanian tidak terkontrol dan semakin hari terus meningkat.
“Saya tidak membandingkan program era orde baru yang sangat pas untuk petani dengan program saat ini,” tutupnya.
Reporter: Mawan
Editor: Nanang