PALU – Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI Perwakilan Sulteng menyarankan kepada Polda setempat untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana lingkungan serta aktivitas penambangan di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan sejumlah perusahaan Galian C di sepanjang poros Palu-Donggala dan wilayah Pantai Barat.
Saran tersebut telah diserahkan Ombudsman kepada pihak Polda Sulteng, pekan lalu, di salah satu hotel di Kota Palu.
Saran dimaksud berdasarkan kajian Rapid Asessment berupa investigasi lapangan, klarifikasi, koordinasi dengan pemerintah daerah (Kota Palu dan Donggala), serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, dan instansi vertikal terkait. Kajian ini sebagai tindaklanjut laporan masyarakat yang diterima Ombudsman.
Berdasarkan itu, Ombudsman menemukan indikasi maladministrasi dalam tata kelola pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala yang dilakukan pemerintah setempat.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah, mengungkapkan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas tidak sesuai dengan lokasi alias “kesasar” dari titik koordinat yang ditentukan. Diantaranya PT. Sinar Mutiara Pangga.
Berdasarkan titik koordinat berlokasi di Desa Kabonga Besar, Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. Namun dalam SK IUP Eksplorasi Nomor 540/375/DISESDM-G.ST/2016 tertulis lokasi penambangan di Desa Dadakitan, Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli
“Bahkan ada perusahaan yang titik koordinatnya sampai ke laut. Ini bagaimana, mereka mau bikin apa di laut. Ada dua kemugkinan ini terjadi, pertama karena izin yang dikeluarkan asalan atau memang disengaja perusahaan tersebut akan mereklamasi laut itu. Ada lagi titik koordinat IUP berada di badan jalan arteri dan IUP yang cacat atau titik koordinatnya tidak terhubung,” ungkap Sofyan.
Sementara Asisten Bidang Pencegahan, Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Nasrun, mengungkap kejanggalan yang dilakukan perusahaan lainnya, seperti PT. Maxima Tiga Berkat. Perusahaan ini terdaftar sebagai wajib pajak mineral bukan logam dan batuan di Kota Palu, namun lokasi penambangannya ada di Kabupaten Donggala.
Tak hanya dari sisi itu, Ombudsman pun memiliki data terkait 15 perusahaan di Kabupaten Donggala yang tidak membayar sewa perairan, dari 19 perusahaan yang melakukan pengurusan Izin Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) di Kementerian Perhubungan RI melalui KUPP Donggala.
Selain itu, terdapat piutang pajak pengiriman Mineral Bukan Logam dan Batuan antar pulau dan lokal kepada Pemkab Donggala pada akhir 2016 sebesar Rp5,263 miliar lebih.
Ombudsman berpendapat, Gubernur Sulteng tidak cermat menerbitkan IUP kepada PT. Maxima Tiga Berkat, dengan adanya kesalahan penentuan titik koordinat area pertambangan.
“Sebagian titik koordinatnya terpisah sejauh satu kilometer dari titik lokasi aktivitas pertambangannya,” tambahnya.
Menurutnya, perilaku tersebut merupakan perbuatan maladministrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Tak hanya itu, baik Pemprov, Pemkot Palu maupun Pemkab Donggala dianggap tidak maksimal dalam melaksanakan kewajiban pengawasan dalam pengelolaan lingkungan pertambangan. Sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, tiga pemerintahan ini telah melalaikan kewajiban hukum.
Tak hanya ke Polda, Ombudsman juga memberika saran kepada Pemprov Sulteng, diantaranya melakukan koordinasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong dilakukannya audit lingkungan di seluruh lokasi pertambangan.
“Melakukan koordinasi kepada Menteri ESDM, Cq. Direktorat Jendral Minerba untuk melakukan pembatalan status C & C kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangan,” katanya.
Selanjutnya, meninjau kembali dokumen perizinan yang telah diterbitkan kepada PT. Maxima Tiga Berkat dan PT. Sinar Mutiara Pangga serta mengevaluasi seluruh dokumen perizinan yang telah diterbitkan oleh pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala,” tutupnya. (RIFAY)