Pertumbuhan Ekonomi Sulteng Melambat di Tengah Pandemi Corona

oleh -
Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng, Muh Abdul Majid Ikram (kanan) saat menjelaskan pertumbuhan ekonomi Sulteng, Jumat (08/05). (FOTO: RIFAY)

PALU – Ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan-I Tahun 2020 tumbuh sebesar 4,91% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,59%  ataupun periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 6,54%.

Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah triwulan I-2020 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 41,27 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 27,50 triliun.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tengah, Muh Abdul Majid Ikram, Jumat (08/05), mengatakan, melambatnya perekonomian Sulteng disebabkan pertumbuhan sektor pertanian yang kontraksi dan perlambatan sektor pertambangan dan konstruksi.

Namun demikian, kata dia, kinerja sektor industri masih tumbuh cukup tinggi yang mendorong pertumbuhan ekspor. Menurutnya, tingginya pertumbuhan beberapa sektor tersebut mampu menahan perlambatan lebih dalam dan menyebabkan realisasi pertumbuhan Sulteng sedikit bias ke atas dari proyeksi BI yakni di kisaran 4,0 – 4,4%.

Dari sisi pengeluaran, lanjut dia, perlambatan disebabkan oleh melambatnya konsumsi RT, PMTB dan meningkatnya net impor antar provinsi.

“Konsumsi RT hanya tumbuh 2,72 persen dari triwulan sebelumnya 9,07 persen,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, kinerja konsumsi RT juga sedikit terdampak COVID-19 yang terindikasi dari adanya beberapa jumlah TK yang dirumahkan dan di PHK.

Lebih lanjut ia mengatakan, dari sisi sektoral, perlambatan disebakan oleh kinerja sektor pertanian, pertambangan dan konstruksi.

“Sektor pertanian tumbuh -0,97 persen. Sektor ini memiliki pangsa terbesar dalam PDRB Sulteng (25,71%) sehingga memiliki andil besar jika mengalami kontraksi,” katanya.

Menurut dia, perlambatan sektor ini disebabkan oleh menurunnya kinerja subsektor perkebunan yang terdampak dari menurunnya harga kakao dan minyak kelapa sawit.

Sementara itu, perlambatan kinerja sektor pertambangan dipengaruhi oleh harga penurunan harga nikel dan mulai berlakunya pelarangan ekspor nickel ore. Sementara sektor perlambatan konstruksi disebabkan oleh tertundanya beberapa proyek swasta maupun pemerintah akibat COVID-19.

“Namun di sisi lain, sektor industri pengolahan tumbuh tinggi hingga 16,11 persen yang terutama didorong oleh optimalisasi kapasitas 2 smelternickel pig iron baru di Morowali,” pungkasnya. (RIFAY)