Penulis: Muhammad Fadli, S.Tr.Stat.
Situasi ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Hampir diseluruh negara terjadi penurunan atau perlambatan pertumbuhan ekonomi diikuti dengan inflasi harga-harga khususnya bahan pokok yang cukup signifikan. Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung (13/7/2022) di Bali mengatakan bahwa “Dunia menghadapi risiko stagflasi yang serius. Dampak mejemuk dari covid-19 pandemi dan ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang sedang berlangsung telah terwujud dalam prospek pertumbuhan global baru-baru ini,”. Beberapa pakar menyebutkan hal ini cukup serius karena berpengaruh terhadap perut orang banyak.
Jika kita rangkum penyebab gejolak ekonomi dunia ini pertama, tingginya inflasi harga komoditas pangan, energi dan lain sebagainya yang menyebabkan harganya sudah tidak terjangkau lagi. Hal ini diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina. Kedua, krisis kargo yang membuat harga pengiriman harga pengiriman kian mahal. Lockdown di China membuat pengiriman barang macet karena kita tahu pelabuhan kota-kota utama di China merupakan gerbang utama pelabuhan di Asia itu sendiri. Namun sekali lagi, Semua ini tidak lepas dari perang Rusia-Ukraina. Ingatlah bahwa negara-negara didunia sangat ketergantungan pada dua negara ini baik dalam bidang pangan maupun energi. Oleh karena itu, ketika pasokan kedua negara ini macet dampaknya akan dirasakan berbagai negara.
Inflasi yang naik tajam juga menyebabkan ekspektasi lebih cepat sehingga kebijakan moneter semakin diperketat berbagai Negara di Dunia ini semua dilakukan agar bisa mengendalikan inflasi. Parahnya pengetatan kebijakan moneter dengan cara meningkatkan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Negara maju menyebabkan nilai mata uang mereka mengalami apresiasi sehingga negara-negara yang berhutang menggunakan mata uang mereka membuat negara tersebut harus membayar lebih mahal.
Kompleksnya permasalahan ekonomi dunia ini tentu membuat negara-negara berkembang termasuk Indonesia mengalami shock. Namun, mari kita lihat pertumbahan ekonomi Indonesia pada kuartal II yang baru rilis kemarin.
Pada hasil rilis (5/8/2022) Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2022 tumbuh sebesar 5,44 persen secara tahunan (y-on-y). Pertumbuhan naik jika dibandingkan kuartal II-2021 dimana ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,01 persen secara tahunan (y-on-y). Pertumbuhan ekonomi ini jika dilihat secara kuartalan (q-to-q) pada kuartal II tumbuh sebesar 3,72 persen. Dilihat dua kuartal tahun 2022 ini perekonomian Indonesia tumbuh diangka 5 persenan secara tahunan. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sudah mulai kembali normal pasca pandemi kemarin. Jika kita lihat persemester dibandingkan dengan semester satu tahun sebelumnya (c-to-c) Indonesia tumbuh sebesar 5,23 persen.
Jika kita partisi lebih jauh menurut lapangan usaha pertumbuhan ekonomi hampir tumbuh diseluruh lapangan usaha. Namun, tiga lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi secara tahunan ialah Transportasi dan Pergudangan sebesar 21,27 persen; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 9,76 persen; dan Industri Pengolahan sebesar 4,01 persen.
Mari kita lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2022 secara tahunan menurut pengeluaran. Pertumbuhan Ekonomi pada kuartal II ini juga cukup mengejutkan dan melegakan. Hal ini karena hampir seluruh komponen pengeluaran mengalami kenaikan tiga tertinggi antara lain Ekspor barang dan jasa sebesar 19,74 persen; diikuti pengeluaran konsumsi rumah tangga 5,51 persen; dan pengeluaran LNPRT sebesar 5,04 persen. Namun, menariknya pengeluaran konsumsi pemerintah justru terkontraksi sebesar 5,24 persen. Tentu hal ini bisa dikatakan baik, karena pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut tidak ditopang dengan menggelontarkan pengeluaran pemerintah yang cukup besar. Berbeda seperti masih awal pandemi hingga puncaknya kemarin pemerintah menggelontarkan habis-habisan untuk menjaga perekonomian tetap stabil. Hal itu juga bisa dikatakan baik APBN dan APBD sudah cukup kuat sebagai tameng pada saat kontraksi ekonomi waktu awal hingga puncak pandemi. Khususnya APBN yang selama ini telah menjadi Shock Absorber agar daya beli masyarakat tetap terjaga dimana peningkatan inflasi yang melonjak tinggi.
Bisa dikatakan melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia kita berharap terus steady diangka lima persenan. Karena hal ini tentu momentum pemulihan ekonomi yang dimana pada dua tahun kebelakang kita terseok-seok akibat pandemi.
Tentunya kita bertanya bagaimana perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng)? Apakah jadi penopang atau jadi beban Indonesia? Mari kita lihat.
Kemarin dihari yang sama (5/8/2022) seluruh BPS Provinsi telah merilis data yang berkaitan perekonomian pada wilayah provinsinya masing-masing. Hasilnya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 secara tahunan disetiap provinsi umumnya tumbuh lebih baik dibandingkan kuartal I-2022 sebelumnya. Ini terlihat dari hasil rilis bahwa setiap pulau diseluruh Indonesia mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan paling rendah ialah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,94 persen kemudian tertinggi ada di Pulau Maluku dan Papua sebesar 13,01 persen. Kontribusi terhadap PDB Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa dengan nilai sebesar 56,55 persen disusul Pulau Sumatra sebesar 22,03 persen kemudian sisanya tersebar di pulau-pulau yang lain.
Pulau Sulawesi sendiri pertumbuhannya sebesar 6,47 persen tertinggi kedua diantara pulau yang lain dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 7,09 persen. Dari ke enam provinsi yang ada di Pulau Sulawesi, Sulteng adalah Provinsi dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 11,17 persen dengan kontribusi terhadap PDB pulau sebesar 24,67 persen tertinggi kedua setelah Provinsi Sulawesi Selatang dengan persentase sebesar 45,03 persen.
Sulteng mengalami pertumbuhan ekonomi secara tahunan (y-on-y) pada kuartal II-2022 tumbuh sebesar 11,17 persen. Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan sebelumnya pada kuartal I-2022 yaitu sebesar 11,08 persen. Dahsyatnya Sulteng sudah mengalami pertumbuhan diatas 10 persen sejak kuartal III-2021 hingga sekarang walaupun masih berfluktuasi. Namun, jika dilihat dua kuartal yang telah lewat ditahun ini pertumbuhan ekonomi Sulteng terus lebih baik dan meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya secara tahunan. Hal ini baik karena tidak setiap provinsi seperti itu.
Jika kita partisi lebih jauh pertumbuhan ekonomi Sulteng kuartal II-2022 secara tahunan (y-on-y) terdapat tiga lapangan usaha yang pertumbuhannya paling besar antara lain Transportasi dan Pergudangan (33,32 persen); Industri Pengolahan (19,99 persen); dan Pertambangan dan Penggalian (16,89 persen). Kemudian, berdasarkan sumber pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan sulteng sebesar 11,17 persen ialah Industri Pengolahan (6,05 persen) dan Pertambangan dan Penggalian (2,76 persen) sedangan lapangan usaha lainnya hanya berkontribusi dibawah satu persen.
Dari hasil ini membuktikan bahwa Industri Pengolahan yang memiliki dampak terbesar membuat angka perekonomian Sulteng tumbuh pada kuartal ini. Hal ini dibuktikan karena secara tahunan (y-on-y) sumber terbesar yang berkontribusi membuat angka perekonomian tumbuh lebih baik pada kuartal II-2022 yaitu Industri Pengolahan. Oleh karena itu, pergerakan akan lapangan usaha Industri Pengolahan inilah bisa jadi penentu apakah sulteng tumbuh meningkat atau melambat.
Jika kita lihat perekonomian Sulteng pada kuartal II-2022 secara tahunan menurut pengeluaran. Hasilnya hampir semua komponen tumbuh dengan yang tertinggi adalah ekspor sebesar 27,77 persen. Kemudian dua komponen yang terkontraksi yaitu perubahan inventori dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Namun, pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan yang terkontraksi terbesar dengan nilai 13,41 persen. Secara umum yaa perekonomian Indonesia dan Sulteng ditopang komponen yang sama yaitu ekspor.
Oleh karena itu, bisa kita lihat Sulteng merupakan provinsi yang berkontribusi dalam menopang pertumbuhan perekonomian Indonesia pada kuartal ini walaupun secara kontribusi masih kecil dibandingkan provinsi-provinsi lain khususnya di Pulau Jawa dan Sumatra.
Perlu diingat pertumbuhan ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja contohnya Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Uni Eropa mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat dan diikuti dengan peningkatan inflasi yang tidak main-main diatas 6-9 persen kecuali China masih diangka 2,5 persen di bulan Juni 2022. International Monetary Fund (IMF) pada bulan Juli memprediksi puncak inflasi global berada pada kuartal III-2022 sebesar 9,8 persen. IMF juga memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tumbuh pada tahun 2022 akan tetapi melambat yaitu sebesar 3,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi dunia saat ini sangat memprihatinkan sehingga walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tumbuh memuaskan namun harus siap dan tetap berhati-hati dalam menghadapi gejolak perekonomian yang sedang terjadi saat ini. Namun, kita selalu berharap Indonesia berjalan sesuai dengan Tema Kemerdekaan 2022 ini yaitu “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”.
*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sigi