PALU – Balai Disabilitas Nipotowe di Palu, sebagai unit Kementerian Sosial RI, terus berinovasi memberikan terapi agar disabilitas intelektual berdaya dan mampu menghidupi dirinya dan keluarga.

Upaya ini untuk menyikapi kondisi disabilitas intelektual yang down syndrome, grahita dan lambat belajar yang tentunya sulit mengakses pendidikan yang lebih tinggi, terlebih mendapatkan pekerjaan.

Balai Disabilitas Nipotowe berinovasi mengembangkan kewirausahaan ecoprint bagi disabilitas intelektual, setelah sebelumnya memberikan pelatihan kewirausahaan terapi daur ulang kertas.

Ecoprint berasal dari kata eco/ekosistem (alam) dan print yang artinya mencetak. Ecoprint merupakan seni/tehnik memindahkan tanin daun / bunga ke permukaan kain atau kertas.

“Ecoprint ini menjadi solusi bagi mereka agar disabilitas intelektual bisa mandiri dan mendapatkan penghasilan yang layak karena kualitasnya bagus,” ujar Syaiful Samad, perwakilan dari Balai Disabilitas Nipotowe Palu.

Menurutnya, bagi kalangan ekonomi menengah ke atas dan dunia fashion, ecoprint sangat diminati karena keunikan kain motifnya dan proses produksi yang ramah lingkungan. Tak heran bahwa hasil ecoprint saat ini sangat ekslusif dan harganya mahal.

“Tentunya di mana ada kualitas, ada harganya. Ini yang akan mendorong perekonomian disabilitas intelektual, agar terlepas dari lingkaran kemiskinan,” jelas Syaiful.

Syaiful pun antusias melihat hasil pelatihan ecoprint yang dilaksanakan di Balai Nipotowe selama 2 hari (9-10 Februari 2021), bahkan sudah menunjukkan kualitas yang layak dipasarkan. Dia berencana, eco print ini akan menjadi ikon usaha disabilitas intelektual di Sulawesi Tengah.

“Eco print ini kita laksanakan karena bahannya mudah didapatkan, mudah dilakukan dan  ramah lingkungan. Karena itu, Eco print ini akan menjadi ikon usaha disabilitas intelektual di Sulawesi Tengah,” ujar Syaiful.

Sementara itu, Arini Soewarli sebagai narasumber pelatihan ecoprint, mengaku sangat terkejut melihat hasil karya ecoprint yang dibuat oleh peserta.

“Ada 30 peserta yang dilatih dan semuanya antusias belajar. Saya puas melihat hasil karya eco print yang dibuat peserta,” kata wanita yang sehari-hari bergelut di Healthy Food Product. 

Arini menambahkan, ecoprint ini dibuat dengan mencetak bahan-bahan yang terdapat dari alam sekitar. Bahan-bahan yang digunakan berupa dedaunan, bunga, batang bahkan ranting.

“Proses produksi eco print sangat mudah dan sederhana karena dibuat dengan cara mencetak dengan bahan-bahan yang terdapat di alam sekitar, sehingga mampu dilaksanakan oleh disabilitas intelektual,” jelas Aktivis Pemberdayaan dan Anti Diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHIV) itu.

Menurutnya, ecoprint dapat mendongkrak perekonomian disabilitas intelektual karena harganya yang mahal, mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah.

“Karena teknik pewarnaan dan motifnya menciptakan visual yang unik dan menarik. Selain nilai jualnya yang mahal, ecoprint tidak menimbulkan permasalahan lainnya, dan tidak mewarisi pencemaran lingkungan,” tekannya.

Awalnya, Arini mengaku menjadikan ecoprint sebagai hobi, namun akhirnya berpengalaman dalam mengetahui jenis-jenis tanaman dan daun yang memiliki tunning yang kuat untuk digunakan sebagai bahan ecoprint.

Melalui keahliannya tersebut, Arini banyak membantu orang-orang yang sering mengalami diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan melalui kegiatan pemberdayaan ecoprint.

“Saya berharap disabilitas intelektual mampu melewati stigma dan diskriminasi melalui kewirausahaan eco print ini, karena itulah alasan saya mau datang melatih” harap Arini.

Dia juga mendorong peserta terus bereksplorasi dengan bahan-bahan alam di sekitar tanpa mendatangkan bahan dari luar daerah. ***