OLEH : Wawan Ilham, SH*

Al-Habib Idrus Bin Salim Aljufri (Guru Tua) karena kedudukannya sebagai pemuka agama yang sangat dihormati sebagai tokoh pendiri Perguruan Islam Alkhairaat yang berpusat di Kota Palu.

Maka tindakan penghinaan dan penistaan terhadapnya yann diduga dilakukan oleh Fuad Plered, tentu dapat memicu reaksi
sosial dan implikasi hukum.

Laporan polisi pertama kali diajukan oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua, sebagaimana Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan Nomor STPL/129/III/RES.2.5/2025/Dittressiber
tanggal 25 Maret 2025 atas nama Pelapor Hermanto,.S.Ag,.M.Si.

Inti laporan sekaitan adanya dugaan tindak pidana ITE dari pemilik akun Gen Z Nusantara. Di dalam video dari akun tersebut, terdapat dugaan ujaran kebencian atau penghinaan terhadap Al-Habib Idrus Bin Salim Aljufri (Guru Tua) diduga dilakukan oleh Fuad Plered, sehingga menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, pada khususnya Abnaulkhairaat di wilayah Indonesia timur”.

Setelah Laporan Polisi Aliansi Abna Peduli Guru Tua tanggal 25 maret 2025, selanjutnya dari Pengurus Besar/PB Alkhairaat menyampaikan agar semua daerah, komda dan komwil untuk melaporkan perbuatan Fuad Plered.

Laporan Polisi yang kedua oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua Nomor : LP/B/76/IV/2025/SPKT/POLDA SULAWESI TENGAH tanggal 7 April 2025.

Dari semua laporan polisi terkait dengan ujaran kebencian dan penghinaan tersebut, sehingga menjadi Atensi Kapolri dan Kapolda untuk menuntaskan kasus Fuad Plered.

Selanjutnya atas proses laporan polisi menurut Penyidik Subdit II Dittressiber Polda Sulteng “karena banyaknya Laporan Polisi yang masuk maka untuk proses selanjutnya menyatukan semuanya.

Bahkan setelah Penyidik melihat bukti video youtube Fuad Plered yang menghasut etnis dan ras Guru Tua, Penyidik sendiri yang langsung menyatakan menambah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Saat melakukan Aksi Damai di depan Kantor Polda Sulteng tanggal 31 Oktober 2025, Penasihat Hukum dan Aliansi Abna Peduli Guru Tua disambut baik oleh Waka Polda Sulteng Helmi Kwarta dalam audiensi untuk segera menetapkan Fuad Plered sebagai Tersangka.

Wakapolda menyatakan “dalam proses penyidikan tinggal menunggu hasil forensik sebagai barang bukti digital forensik, jadi proses penyidikan tidak ada kesulitan.

“Bahwa surat penugasan untuk mencabut laporan, maka penyidik juga diminta jangan terganggu dengan surat itu, lengkapi saja proses penyidikan, nanti berkaitan dengan formil aliansi punya laporan dengan formilnya pencabutan itu kita gelar”.

Atas tindakan penghinaan dan penistaan yang dilakukan oleh Fuad Plered dapat dijerat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 ayat (3) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Penghinaan yang dilakukan terhadap Guru Tua melalui platform digital (seperti video editan atau ujaran kebencian di Facebook, Twitter, TikTok), maka pelaku dapat dijerat dengan pasal ini.

Ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,-

UU ITE Pasal 27 ayat (3). Pasal ini secara jelas melindungi kehormatan nama baik seseorang, karena Guru Tua adalah figur publik yang memiliki kehormatan tinggi di mata masyarakat, maka penghinaan terhadapnya jelas memenuhi unsur “menyerang kehormatan nama baik” jika perbuatannya dilakukan secara elektronik.

Selanjutnya Analisa Hukum tindak pidana yang diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE termasuk sifat delik ujaran kebencian adalah kejahatan terhadap kepentingan umum, bukan delik aduan korban dari ujaran kebencian, bukan hanya individu yang diserang (keluarga Al-Habib Idrus Bin Salim Aljufri), tetapi juga ketertiban umum, perdamaian masyarakat dan keutuhan bangsa.

Implikasi Hukumnya dalam kejahatan terhadap kepentingan umum, proses hukumnya tidak dapat dihentikan hanya berdasarkan permintaan maaf atau kesepakatan antara pelaku dan korban individu.

Negara dalam hal ini Penyidik mewakili kepentingan masyarakat yang dirugikan. Dengan demikian maaf dari keluarga korban secara hukum tidak cukup untuk menjadi dasar penghentian penyidikan.

Penyidik telah mengabaikan fakta bahwa korban utama dalam kasus ini adalah masyarakat luas.

Penyidik dalam kasus Fuad Plered untuk menyelesaikan secara restoratif dan tidak menimbulkan kegaduhan sosial menjadi syarat dalam Peraturan Polisi Nomor 8 Tahun 2021.

Namun syarat tidak menimbulkan kegaduhan sosial tersebut tidak terpenuhi bahkan sebaliknya sebelum adanya kesepakatan adat atau sanksi adat, sudah lebih dahulu Aliansi Abna Peduli Guru Tua yang melaporkan dan membuat Laporan Polisi.

Kasus Fuad Plered sudah menjadi kegaduhan sosial yang luar biasa, proses hukum seharusnya menjadi penegak keadilan bukan memberikan kesan bahwa ujaran kebencian bisa diselesaikan dengan negosiasi dan dapat menimbulkan persepsi bahwa hukum tebang pilih atau bisa “dibeli”.

Maka penyelesaian restoratif dalam kasus Fuad Plered bersifat diskriminatif dan inkonsisten melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan persamaan di depan hukum.

Musyawarah Adat bukanlah instrumen hukum formal yang diatur dalam KUHAP atau Peraturan Polisi (Perpol).

Peraturan Polisi Nomor 8 Tahun 2021 menyebutkan kesepakatan antara pelaku dengan korban, tetapi tidak mendefinisikan atau mengatur secara rinci apa yang dimaksud “musyawarah adat” atau menjelaskan setelah adanya sanksi adat proses hukum dapat dihentikan.

Implikasi hukumnya, Penyidik telah mendasarkan keputusan hukum yang sangat penting pada sebuah proses yang sifatnya subjektif, tidak standar dan tidak memiliki akuntabilitas prosedural hukum.

Apa kriteria keabsahan “Musyawarah Adat” siapa yang berhak menyatakannya?.

bahwa Penyidik dalam kasus Fuad Plered telah menyerahkan wewenang diskresinya kepada sebuah mekanisme di luar koridor hukum acara pidana.

Oleh karena itu, Penyidik Subdit II Dittressiber Polda Sulteng dalam proses hukum kasus Fuad Plered tindakan penistaan dan penghinaan terhadap Guru Tua juga tindakan menghasut ras dan etnis telah jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Etnis dan Ras. sehingga baik barang bukti.

Unsur delik dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE telah terpenuhi dan segera menetapkan saudara Fuad Plered sebagai Tersangka.

*Penasehat Hukum Aliansi Abna Peduli Guru Tua