Perlunya Peradilan Khusus untuk Mewujudkan Hukum Pemilu yang Efektif

oleh -
Sahran Raden usai menjalani ujian terbuka/promosi Program Studi Doktor Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana, UMI Makassar, Senin (06/12) kemarin. (FOTO: FB)

PALU – Kelembagaan peradilan khusus Pemilu dipandang perlu dibentuk, sebagai upaya penegakan hukum pemilu yang efektif.

Untuk itu, maka disarankan kepada perguruan tinggi, peneliti dan praktisi pemilu agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap gagasan mengenai transformasi kelembagaan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) menjadi peradilan khusus pemilu, agar menjadi usulan dalam kerangka hukum desain kelembagaan penyelesaian sengketa pemilu.

Hal ini merupakan salah satu dari sekian poin saran yang disampaikan Sahran Raden dalam presentase ujian terbuka/promosi Program Studi Doktor Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana, Universitas Muslim Indonesia Makassar, Senin (06/12) kemarin.

Saran lainnya ditujukan kepada pemerintah dan DPR agar merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang berkaitan dengan norma pengaturan penanganan sengketa proses Pemilu.

“Di antaranya pasal pengaturan limitasi waktu penyelesaian sengketa proses pemilu, pasal 466 dan 467 ayat 1 yang berkenaan dengan pengaturan sengketa proses antar partai politik,” kata Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah Sulteng) itu.

Sebab, kata dia, sengketa proses antar peserta pemilu, objek sengketanya adalah Keputusan KPU. Olehnya, lanjut dia, harus ada ketegasan dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 berkenaan dengan mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu antar peserta pemilu.

BACA JUGA :  Taufik Borman Dikukuhkan Sebagai Wakil Ketua II DPRD Parimo

“Selain itu, pengaturan syarat menjadi anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota yang mencantumkan syarat wajib sarjana hukum,” tambahnya.

Kepada Bawaslu, Sahran menyarankan agar terus meningkatkan penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia penanganan pelanggaran administrasi pemilu dan penyelesaian sengketa proses pemilu melalui bimbingan teknis, supervisi dan monitoring secara berkala serta pembentukan Pusat Pelatihan Kemampuan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu.

“Terakhir, diperlukan penyamaan persepsi antara lembaga penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu dan Badan Badan Peradilan lain terkait upaya hukum penyelesaian sengketa  proses Pemilu agar terjadi harmoni dan keserasian dalam penyelenggaraan pemilu,” tuturnya.

BACA JUGA :  Bupati Poso Sudah Ajukan Cuti Jelang Pilkada 2024

Di Program Pascasarjana UMI Makassar, Sahran sendiri mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara. Ia mengangkat desertasi berjudul “Eksistensi Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam Penyelesaian Sengketa Administrasi dan Sengketa Proses Pemilu Legislatif di Indonesia”.

Saat ujian, ia mengawalinya dengan landasan filosofis dan konstitusional, di mana Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat yang tercantum pada amandemen UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

Frasa kedaulatan di tangan rakyat dalam konstitusi merupakan pilihan, di mana kedaulatan dalam demokrasi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD,” jelasnya.

Lanjut dia, Pemilu sebagai arena konstestasi politik demokratis dalam mengkonversi suara rakyat untuk pengisian jabatan-jabatan di pemerintahan, baik eksektutif maupun legislatif, berpotensi terjadinya pelanggaran.

Lanjut dia, salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilu yang jujur dan adil (free and fair elections). Dengan demikian, Pemilu jujur dan adil dapat dicapai apabila tersedia perangkat hukum yang mengatur proses pelaksanaan pemilu, sekaligus melindungi para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dari berbagai praktik curang dalam penyelenggaraan pemilu yang akan mempengaruhi hasil.

BACA JUGA :  Anwar Hafid Ungkap Keberhasilan Turunkan Angka Kemiskinan di Morowali

Di akhir paparannya, ia menyampaikan beberapa poin kesimpulan, antara lain hakekat keberadaan Bawaslu dalam dinamika pelaksanaan pemilu di Indonesia dalam rangka mewujudkan Pemilu yang demokratis, berintegritas, menjamin kepastian hukum dan mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien serta dalam rangka menegakan hukum dan keadilan pemilu.

Menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penyelesaian pelanggaran administrasi dan penyelesaian sengketa proses pemilu legislatif di Indonesia yakni substansi hukum, struktur hukum, budaya hukum dan factor politik dan kekuasaan.

Kepada semua pihak, Sahran menyampaikan terima kasih atas segala bentuk dukungan sehingga ia bisa menyelesaikan studi dengan lancar. (RIFAY)