Penulis:
Mohamad Rivani, S.IP, M.M
Pemerhati Masalah Sosial dan Ekonomi Sulawesi Tengah
Tulisan ini terinspirasi pada waktu saya melakukan perjalanan ke Kabupaten Poso dan Tojo Una-una beberapa hari yang lalu dalam rangka urusan organisasi. Ketika kenderaan yang saya tumpangi hendak melakukan pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di salah satu SPBU yang berada di wilayah kelurahan Tondo, ternyata BBM jenis solar tersebut kosong, tapi yang anehnya, tepat di depan SPBU yang kosong solarnya terdapat banyak pedagang yang menjual solar dengan harga Rp 35.000/jerigen 5 liter tetapi tidak full. Saya menyempatkan diri untuk sekedar bertanya kepada penjual tersebut, darimana mendapatkan solar dalam jumlah sebanyak itu? Sang penjual tersebut menjawab dengan santai, ada pihak yang memasok solar dalam jumlah besar kepada dia dan penjual lain disekitarnya.
Jawaban penjual solar yang saya beli semakin membuat saya yakin bahwa kelangkaan solar dan antrian di SPBU akhir-akhir ini bukan karena jumlah pasokannya sedikit, akan tetapi memang ada pihak yang memborong BBM jenis solar dengan jumlah yang sangat besar, baik itu dengan jerigen maupun mobil dengan tangki yang telah dimodifikasi sehingga dapat menampung BBM dalam jumlah besar. Hal ini terkonfirmasi jelas dengan melihat panjangnya antrian di SPBU yang berada di Kota Palu akhir-akhir ini, padahal kasus seperti ini sangat merugikan masyarakat umum yang ingin membeli BBM utamanya jenis Solar di SPBU.
Kita tentu memahami kondisi perekonomian Kota Palu beberapa waktu yang lalu, dimana terjadi penurunan tingkat pendapatan masyarakat, utamanya di sektor perdagangan akibat adanya pandemi covid-19, akan tetapi hal ini jangan dijadikan alasan para penjual BBM untuk mencari rezeki dengan merugikan pihak lain. Para penjual/pengecer BBM yang ada di kios-kios boleh menjual dengan porsi yang wajar, dengan jatah yang proporsional dari SPBU sehingga tidak merugikan orang lain yang rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan pasokan BBM utamanya jenis solar. Yang tidak boleh adalah membeli dalam jumlah besar dan mengecer lagi ke pengecer kecil, atau pengecer kecil yang menyerobot masuk ke SPBU dan langsung dilayani tanpa memperdulikan orang lain. Seharusnya antrian panjang yang telah menjadi pemandangan sehari-hari masyarakat kota palu di hampir semua SPBU segera diakhiri, karena sangat merugikan dan mengherankan.
Paling tidak terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Provinsi maupun Kota Palu yaitu, pertama, memanggil pihak SPBU yang ada di Kota Palu dan menekankan kepada mereka agar selektif memberi jatah beli kepada pihak yang ingin menjual kembali BBM kepada masyarakat. Kedua, menginstruksikan kepada para pemilik SPBU untuk mengatur jam pembelian BBM jenis Solar dan Pertalite yang akan dijual kembali oleh pedagang. Ketiga, memberikan sangsi tegas kepada pemilik SPBU yang lebih dominan melayani pembelian BBM jenis Solar dan Pertalite dengan jerigen atau mobil khusus. Keempat, bersama pihak kepolisian membuat portal pengaduan khusus masalah BBM di Kota Palu via Whatapps, sehingga masyarakat dapat melaporkan jika ada pelanggaran pembelian BBM di SPBU. Jika ini dapat dilaksanakan maka antrian panjang yang ada di SPBU Kota Palu akan segera berakhir.
. Sebenarnya telah ada payung hukum yang dapat menjerat para “Pedagang Nakal” BBM yang menimbun atau menyimpan BBM, yaitu perpres nomor 191 tahun 2014. Pasal 18 ayat (2) dan (3) peraturan presiden nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar berbunyi, “Badan Usaha dan/masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kita berharap agar pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu segera mengambil langkah tegas terhadap masalah ini, agar tercipta ketertiban dan kenyamanan di tengah-tengah masyarakat Kota Palu. Paling tidak solusi yang dihadirkan oleh pemangku kepentingan didaerah ini tidak merugikan salah satu pihak, baik itu pemilik SPBU, para pedagang eceran di kios, maupun masyarakat Kota Palu, utamanya para pengendara kenderaan bermotor yang sudah gerah dengan masalah antrian yang ada di SPBU yang kadang membuat lalu lintas terganggu dan menjadi pemandangan yang tidak enak untuk dinikmati setiap hari, semoga…