PALU – Wakil Ketua Komisi III, DPRD Provinsi Sulteng, Muh. Masykur mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Sulteng dan Sulawesi Barat (Sulbar) melakukan komunikasi dalam rangka pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rio Pakava di lintas batas.

Usulan tersebut cukup beralasan. Pasalnya, selama ini potensi perkebunan kelapa sawit di wilayah perbatasan dua provinsi tersebut hanya jadi sengketa dan akar konflik. Hal itu disebabkan masih kurangnya efek domino perkebunan kelapa sawit. Padahal, kata Masykur, potensi bahan baku cukup tersedia disana.

Maka solusi yang ditawarkan tersebut bisa mengintegrasikan antara hulu ke hilir, hingga produk turunan.

Berdasarkan pendataan yang dilakukan Kelompok Tani Sawit Mandiri Kecamatan Rio Pakava, saat ini terdapat lahan sawit seluas 60 ribu hektar yang dikelola masyarakat, dengan hasil sekitar 300 ribu ton.

Sementara di Kabupaten Mamuju Utara, Sulbar, tahun 2013, areal kebun kelapa sawit seluas 33.978 hektar menghasilkan sebanyak 109.570 ton.

“Perkebunan kelapa sawit harus keluar dari kotak tandan buah segar, harus ada inovasi yang lebih maju, salah satu solusinya adalah mendorong pembangunan KEK,” ujarnya.

Politisi Partai NasDem ini meyakini, hal itu dapat menjadi basis fundamental terhadap akselerasi pembangunan di dua provinsi tersebut. Kehadiran KEK juga dapat menciptakan dua hal sekaligus, penyerapan tenaga kerja, sekaligus pembangunan energi serta infrastruktur.

Masykur menyebutkan, paradigma industrialisasi perkebunan kelapa sawit harus bisa disinkronkan dengan agenda pembangunan nasional yang mengutamakan lahirnya titik tumbuh baru. Maka, potensi kelapa sawit di provinsi tersebut dapat menjadi pintu masuk untuk mewujudkan industrialisasi berbasis agrobisnis.

“Produk turunan CPO selain minyak sawit dan makananan juga dapat dihasilkan margarine, shortening, Vanaspati (Vegetableghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent,Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, dan masih banyak lagi lainnya,” urainya.

Ia sangat optimis bila KEK dibangun, maka beberapa produk turunan tersebut bisa menjadi sentra logistik di wilayah Indonesia Timur. (RIFAY)