Sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu menghiasi diri. Berlama-lama manusia di hadapan cermin guna meraih penampilan terbaik. Tapi sayangnya, banyak manusia yang tidak mengetahui perhiasan yang terbaik bagi dirinya.
Ada yang menghiasi diri dengan logam mulia seperti emas dan berlian. Ada pula yang menghiasi diri dengan kosmetik. Semua ditujukan guna menampilkan diri dalam bentuk yang paling indah.
Bagi seorang Muslim, perhiasan terindah adalah akhlak mulia. Inilah perhiasan yang dapat dikenang sepanjang masa. Inilah perhiasan yang menjadikan pemiliknya mulia di hadapan manusia dan Allah SWT. Dengan akhlak mulia, seorang Muslim akan terlihat anggun dan cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkesima dan kagum oleh keindahan akhlaknya.
Dalam pandangan Rasulullah SAW, akhlak mulia menjadi bukti kemuliaan seorang Muslim. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah yang paling indah akhlaknya.” (HR. Ahmad).
Menghiasi diri dengan akhlak mulia berarti mempertegas diri sebagai manusia, karena dengan akhlak akan terlihat perbedaan manusia dengan hewan. Dengan akhlak pula akan terlihat sisi keteraturan hidup manusia yang tidak dimiliki hewan.
Dengan demikian, manusia yang tidak peduli dengan akhlak sesungguhnya ia sedang menuju derajatnya yang paling rendah. Tanpa akhlak, manusia akan seenaknya melakukan apa saja tanpa peduli apakah tindakannya berbahaya bagi orang lain atau tidak.
Allah SWT berfirman, ”Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian Kami kembalikan manusia kepada derajat yang paling rendah.” (QS al-Tin [95]: 5-6).
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, akhlak mulia menjadi kunci keberlangsungan suatu masyarakat. Artinya, keberadaan suatu masyarakat hanya bernilai jika telah mempraktikkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, jika akhlak mulia sudah ditinggalkan oleh suatu masyarakat, maka lonceng kematian masyarakat itu hanya tinggal menunggu waktu.
Masyarakat tanpa akhlak mulia seperti masyarakat rimba di mana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri.
Apakah akhlak yang merupakan watak dari manusia itu dapat diubah? Jawabnya adalah bisa.
Menurut Al Ghazali, akhlak bisa diubah dan diperbaiki, karena jiwa manusia diciptakan sempurna atau lebih tepatnya dalam proses menjadi sempurna. Oleh sebab itu, ia selalu terbuka dan mampu menerima usaha pembaruan serta perbaikan.
Al Ghazali menambahkan, perbaikan harus dilakukan melalui pendidikan dan pembinaan pada sikap dan perilaku konstruktif. Pembiasaan tersebut dilakukan melalui metode berbalik. Sebagai contoh, sifat bodoh harus diubah dengan semangat menuntut ilmu, kikir dengan dermawan, sombong dengan rendah hati, dan rakus dengan puasa. Proses pembiasaan ini tentu saja tidak bisa dilakukan secara instant tapi membutuhkan waktu, perjuangan, dan kesabaran yang tinggi.
Ibnu Maskawaih, dalam buku Tahdzub Al Akhlaq mengusulkan metode perbaikan akhlak melalui lima cara.
Pertama, mencari teman yang baik. Banyak orang terlibat tindak kejahatan karena faktor pertemanan.
Kedua, olah pikir. Kegiatan ini perlu untuk kesehatan jiwa, sama dengan olahraga untuk kesehatan tubuh.
Ketiga, menjaga kesucian kehormatan diri dengan tidak mengikuti dorongan nafsu.
Keempat, menjaga konsistensi antara rencana baik dan tindakan. Kelima, meningkatkan kualitas diri dengan mempelajari kelemahan-kelemahan diri.
Perjalanan dakwah Islam membuktikan bahwa keberhasilan Nabi Muhammad SAW berdakwah bukanlah hanya karena keluhuran ajaran Islam tetapi juga karena akhlak mulia yang langsung dipraktikkan oleh beliau dalam setiap langkah kehidupannya. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)