PALU- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Martinus menyebut perempuan kini jadi target sindikat bandar dalam melakukan peredaran gelap narkotika.

“Perempuan yang direkrut sindikat narkoba sebagai kurir dengan berbagai modus, termasuk membawa balita atau menyembunyikan barang di organ tubuh,” kata Kepala BIN RI saat memberikan kuliah umum di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako, Selasa (22/7) petang.

Martinus mencontohkan kasus seorang perempuan lanjut usia asal Ponorogo yang terseret jaringan internasional hingga lintas benua.

Menurut data kata Martinus, sekitar 5–6 persen pelaku narkoba yang terlibat jaringan adalah perempuan. Fenomena ini dianggapnya serangan langsung ke basis moral bangsa karena perempuan berperan sentral dalam pendidikan generasi.

“Saya miris sekali ketika seorang ibu sebagai soko guru pendidikan moral itu dirusak oleh bandar narkoba,” kata Martinus.

Martinus menyebut Golden Triangle—khususnya Myanmar—sebagai salah satu sumber utama pasokan narkoba yang masuk ke Indonesia. Jalur penyelundupan disebut dapat bergerak dari Myanmar ke Thailand, masuk ke Malaysia, lalu menyebar ke wilayah Indonesia, Kepulauan Riau, daratan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, hingga pesisir barat Sulawesi dari utara ke selatan. Indonesia, lanjutnya, tak hanya jadi pasar tetapi juga lokasi potensial pencucian uang sindikat narkoba internasional.

Menyoroti konteks lokal Sulawesi Tengah, Martinus menyebut wilayah seperti Morowali dan Morowali Utara yang tengah mengalami lonjakan ekonomi—khususnya sektor nikel—sebagai daerah yang harus waspada.

Pertumbuhan ekonomi menarik arus manusia, barang, uang, dan gagasan lintas daerah maupun negara. Jika yang masuk adalah sumber daya positif, itu berkah; namun bila yang datang justru narkoba dan jaringan kejahatan, dampaknya akan merusak.

Olehnya Martinus meminta generasi muda menjaga daerahnya agar tidak menjadi ujung sindikat.

Kepada civitas akademika, khususnya Universitas Tadulako, Martinus mengajak keterlibatan ilmiah dalam kajian kebijakan narkoba, termasuk perdebatan global legalisasi ganja.

Martinus menyebut dua rujukan pemikiran sosial untuk memperkaya diskursus: Axel Honneth dengan teori struggle for recognition (peran pengakuan sosial dalam pembentukan kepercayaan diri/ self-confidence) dan Lawrence Kohlberg tentang tahap perkembangan moral yang berakar dari relasi keluarga.

Menurutnya, kemiskinan dan terbatasnya akses pendidikan dapat merusak fondasi kepercayaan diri masyarakat dan membuka celah bagi kerentanan narkoba.