Perempuan di Lore Tengah Menguak Makna Sumber Daya Alam melalui FPAR

oleh -
Komunitas perempuan di Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah membahas sumber daya alam memanfaatkan metode Feminist Participatory Action Research (FPAR) . Jumat (4/8). Foto : Dok ROA Sulteng

BARIRI – Komunitas perempuan di Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah membahas sumber daya alam memanfaatkan metode Feminist Participatory Action Research (FPAR). Metode ini untuk pendokumentasian persoalan perempuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam baik hutan maupun sektor lainnya.

“Dalam bidang pengelolaan dan pengambilan keputusan atas kawasan baik lahan perkebunan, pertanian dan kawasan hutan masih dianggap sebagai urusan laki-laki, sehingga mempersulit partisipasi perempuan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan. Perempuan kerap tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena batasan sosial, agama, logistik, dan kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan,“ujar Lena Staf Pendamping Komunitas dari Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) terkait program green livelihood Alliance bekerjasama dengan Non Timber Forest Programme Exchange Indonesia (NTFP-EP), di Bariri ,Jumat (5/08).

Menurutnya bagi perempuan, hutan dan lahan tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi memiliki makna yang lebih luas. Hutan dan lahan mempunyai nilai sosial, budaya dan merupakan bagian dari eksistensi kehidupan perempuan. Nilai-nilai inilah yang harus dijaga dan dipertahankan.

BACA JUGA :  Momentum HUT ke-79 RI, UIN Datokarama Beri Penghargaan kepada Tenaga Kependidikan

Ia menambahkan, separuh dari perempuan di kalangan masyarakat baik di dalam maupun sekitar kawasan hutan, menggantungkan pendapatan mereka dari hutan. Dan jumlah itu lebih banyak dibanding laki-laki, dimana diduga pendapatan dari kegiatan di hutan mencapai seperlima dari total pendapatan rumah tangga keluarga yang tinggal di pedesaan dalam dan sekitar hutan.

“Walaupun kontribusi laki-laki terlihat lebih besar daripada perempuan karena aktivitas mereka dalam menghasilkan sejumlah pendapatan rumah tangga, namun kaum perempuan terlibat banyak dalam kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok, pengelolaan lahan, serta pengolahan hasil hutan dan kebun,” katanya.

Untuk itu, Konsorsium ROA – YPAL bekerjasama dengan NTFP EP Indonesia atas dukungan GLA 2.0 mendorong metode FPAR digunakan sebagai strategi penguatan perempuan adat dan lokal untuk memperbesar peran mereka dalam menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengganggu keberlanjutan hutan dan lahan mereka dan terlibat secara aktif dalam berbagai upaya perlindungan maupun pengembangan mata pencaharian alternatif.

BACA JUGA :  Pertama Kali, SMEXPO Pertamina Digelar di Makassar

Sementara itu, Magdalena Kepala Desa Bariri mengatakan saatnya perempuan untuk dapat turut terlibat dalam pembangunan di semua sektor, agar peran-perannya juga terlihat dan berkontribusi dalam pembangunan. Dengan adanya kegiatan FPAR harapannya juga, dapat membantu perempuan dalam mengidentifikasi persoalan, kebutuhan dan upaya perencanaan bersama termasuk dapat mengimplementasikan kegiatan.

“Dengan adanya kegiatan ini harapannya dapat mendorong kaum perempuan untuk dapat terlibat dalam organisasi, sehingga dapat ikut secara aktif berkontribusi dalam pembangunan di Kecamatan Lore Tengah atau Lembah Behoa agar lebih maju ke depan,” harapnya.

BACA JUGA :  Polisi Cegah Tawuran Geng Motor di Palu, 7 Remaja Diamankan Beserta Samurai

Kegiatan ini diikuti 12 orang peserta dari Desa Bariri, Baliura, Hanggira, Lempe, Doda yang dipandu oleh 2 orang fasilitator dari ROA yang akan berlangsung selama dua hari kegiatan yang tentunya melahirkan rencana kerja dan rekomendasi untuk ditindaklanjuti.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG