OLEH : Muhammad Fadli, S.Tr.Stat*
Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah provinsi yang berada di tengah Pulau Sulawesi, dengan luas sebesar 61.841,29 kilometer persegi (km2). Adapun jumlah penduduk Sulteng pada hasil Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik(BPS) kemarin ialah sebesar 2,985 juta jiwa dengan kepadatan sebesar 48 jiwa/km2.
Sementara rasio jenis kelaminnya ialah 105 dan interpretasinya ialah dari 100 perempuan terdapat 105 laki-laki. Ini menandakan jumlah penduduk laki-laki Sulteng lebih banyak daripada penduduk perempuan.
Laju penduduk Sulteng ialah 1,22 persen jika dibandingkan dengan hasil sensus penduduk 2010. Adapun penduduk terbanyak berada di Kabupaten Parigi Moutong dengan persentase dari total penduduk Sulteng ialah 14,74 persen. Selanjutnya yang terendah berada di Kabupaten Banggai Laut sebesar 2,36 persen.
Struktur penduduk Sulteng didominasi penduduk generasi milenial (penduduk kelahiran tahun 1981-1996) dan penduduk generasi Z (penduduk kelahiran 1997-2012), di mana totalnya 57,14 persen dari total penduduk Sulteng.
Secara singkat begitulah keadaan demografi dari Sulteng kita tercinta saat ini. Kemudian mari kita lanjutkan dengan perekonomian Sulteng dari dulu, kini, dan nanti.
PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH DULU
Mari kita flashback dengan keadaan perekonomian Sulteng pada saat tahun 2010. Pada tahun 2010 perekonomian Sulteng masih didominasi sektor pertanian. Kita lihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulteng saat itu sebesar 51,75 triliun rupiah, ternyata sektor pertanian mengambil andil sebesar 19,52 triliun rupiah atau 37,72 persen dari total. Sektor pertanian terus menjadi primadona hingga tahun 2019. Namun, struktur ekonomi sulteng yang didominasi sektor pertanian tersebut sudah mulai terlihat mengalami pergeseran dari tahun 2015.
Pada tahun 2014 industri pengolahan masih sebesar 5 triliun rupiah atau 5 persen dari total PDRB saat itu, akan tetapi setahun kemudian melonjak naik menjadi 2 kali lipatnya yaitu sebesar 10 triliun rupiah atau 10 persen dari total PDRB tahun 2015.
Hal ini bermulah pada saat kebijakan pemerintah pada awal tahun 2014 untuk melarang ekspor mineral mentah termasuk nikel ke luar negeri. Pemerintah menginginkan nilai tambahnya meningkat dengan diolah didalam negeri dalam keadaan setengah jadi atau produk hilir baru kemudian diekspor.
Oleh karena itu, China yakin untuk melakukan investasi di Indonesia dengan membangun dua smelter yang ada di Kabupaten Morowali yaitu PT Sulawesi Mining Investment dan PT Indonesia Morowali Industrial Park.
Pada tahun 2015 setelah smelter jadi dan berproduksi, inilah membuat pergerakan peran sektor industri pengolahan mulai naik terus-menerus dalam perenomian Sulteng. Akhirnya pada tahun 2019 PDRB saat itu sebesar 185,74 triliun rupiah. Peran sektor pertanian saat itu ialah 23,2 persen sedangkan sektor industri pengolahan sebesar 22,42 persen dari total PDRB.
Perbedaan yang sangat kecil inilah yang membuat pada tahun 2019 dari dominasi peran sektor pertanian dalam perekonomian Sulteng saat itu.
Namun, sebelum mengakhiri tahun 2019 mari kita flashback ke tahun sebelumnya. Tahun 2018 untuk wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong jatuh lumpuh pada akhir kuartal 3 atau lebih tepatnya 28 September 2018. Hal ini disebabkan Gempa Magnitudo 7,4 dengan diikuti Tsunami dan Likuifaksi yang berdampak sangat besar khususnya di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala). Walaupun saat itu luluh lantah perekonomian di tiga wilayah tersebut, akan tetapi dampak ke PDRB Sulawesi Tengah tidak menjadi sebuah permasalahan.
Banyaknya bantuan baik pemerintah, sesama masyarakat Indonesia dan luar negeri membuat perekonomian Sulteng bangkit dan bertumbuh pada tahun 2018 dibandingkan tahun sebelumnya.
PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH KINI
Pada tahun 2020, kita diliputi kecemasan dan ketidakpastian dengan adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Seluruh sektor perenomian di Sulteng ikut berdampak karena adanya pandemi tersebut.
Biasanya pertumbuhan Sulteng berkisar belasan persen pertahun, akan tetapi ditahun 2020 tumbuh hanya 4,86 persen. Namun hasil tersebut tidak menjadi sebuah aib malah prestasi karena dari banyaknya provinsi yang mengalami pertumbuhan negatif tetapi Sulteng tetap tumbuh positif. Sektor yang menjadi penopang Sulteng ialah sektor industri pengolahan.
Pada tahun 2020 ini dominasi berpindah dari sektor pertanian menjadi sektor industri pengolahan di Sulteng. Peran sektor pertanian yaitu 21,75 persen sedangkan sektor industri pengolahan menjadi sebesar 27,61 persen dari total PDRB.
Sektor industri pengolahan menjadi tertinggi tahun 2020. Jika kita melihat lebih jauh per kabupaten/kota ternyata kabupaten yang tumbuh positif hanya Kabupaten Morowali sebesar 28,93 persen. Pertumbuhan tertinggi Kabupaten Morowali ialah pada sektor industri pengolahan sebesar 35,72 persen dan sektor pertambangan dan penggalian 34,40 persen.
Pada tahun 2021 saat ini pun yang sudah berjalan satu semester perannya masih didominasi sektor industri pengolahan yaitu 32,34 persen sedangkan sektor pertanian hanya 19,7 persen dari total PDRB semester-I-2021.
Teringat teori yang dipaparkan oleh Lewis di dalam buku economic development karya Todaro dan Smith. Teori transformasi struktural, dimana fokus mekanisme yang membuat negara-negara miskin dan berkembang dapat meningkatkan perekonomian dari semula sektor pertanian bersifat tradisional yang menjadi dominan berubah ke sektor industri manufaktur yang lebih modern dan sektor jasa-jasa. Sulteng menuju ke arah yang sama dengan teori ini.
PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH NANTI
Perekonomian Sulteng yang sekarang sudah berpindah dimana sektor industri pengolahan menjadi sektor yang utama dalam PDRB saat ini. Dengan melihat struktur ekonomi sulteng di semester-I kemungkinan besar sektor industri pengolahan hingga akhir tahun 2021 bisa mencapai 30-35 persen dari total PDRB kita nanti.
Namun, walaupun pandemi Covid-19 masih merajalela akan tetapi dengan kestabilan sektor industri pengolahan tersebut ditahun kemarin dan semester kemarin. Mengingat juga disemester kemarin pada tiap kuartalnya tumbuh masing-masing pada kuartal I-2021 dan kuartal II-2021 yaitu 6,25 persen dan 15,39 persen.
Yakin perekonomian Sulteng masih bisa tumbuh diantara rentang 6 – 15 persen ke depan sepanjang tahun 2021.
Namun terjadi permasalahan, perekonomian Sulteng yang tumbuh baik setiap kuartal tidak dinikmati oleh banyak penduduk di Sulteng. Kenapa? apakah yang menikmati hanya segilintir wilayah seperti Kabupaten Morowali dan sekitarnya saja? kabupaten/kota lain apa tidak kena cipratnya? Ini yang masih jadi pertanyaan penulis juga. Namun kita semua ingin seluruh penduduk Sulteng dikabupaten/kota manapun didalamnya ikut menikmati imbas pertumbuhan ekonomi yang baik ini tentunya.
Semoga ke depan, seluruh kabupaten/kota di Sulteng bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang tumbuh positif seperti Kabupaten Morowali nantinya.
PENTINGNYA DATA STATISTIK DAN HARI STATISTIK NASIONAL
Perubahan-perubahan sektor ekonomi yang dialami tentu tidak lepas akan pentingnya data statistik perekonomian yang dihasilkan oleh BPS. Oleh karena itu, kita menjadi tahu banyak hal tentang daerah kita seperti diatas salah satunya.
BPS menghasilkan banyak indikator statistik yang diperlukan pemerintah sebagai bahan evaluasi agar pemerintah bisa menentukan kebijakan yang tepat sasaran nantinya.
Bulan September ini juga tepatnya tanggal 26 September adalah Hari Statistik Nasional (HSN). Seluruh insan statistik baik itu BPS, Lembaga survei swasta, para statistikawan diseluruh Indonesia mengetahui hari itu. Bermula saat usulan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menghendaki anggotanya melaksanakan sensus penduduk secara serentak.
Pemerintah Republik Indonesia (RI) menerima ajuan dari PBB tersebut, dan pada 26 September 1960, Pemerintah RI meresmikan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1960 dan UU Nomor 7 Tahun 1960. Undang-undang inilah yang menjadi titik mula BPS bisa berkiprah hingga sekarang.
Saat Presiden Soeharto menjabat, beliau menetapkan HSN. Tentu bulan ini menjadi sejarah bagi seluruh insan statistik dalam menyajikan data akurat ke pemerintah dan masyarakat.
Semoga kedepan data-data yang dihasilkan khususnya BPS sebagai lembaga resmi yang menghasilkan data statistik dasar ke pemerintah agar lebih akurat dan terpercaya. Akhirnya nanti BPS bisa mewujudkan visi sebagai Penyedia Data Statistik Berkualitas untuk Indonesia Maju.
*Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sigi