SIGI – Para petani di Kabupaten Sigi, khususnya yang ada di tiga kecamatan, yakni Gumbasa, Tanambulava dan Sigi Biromaru, yang memanfaatkan air irigasi dari Tanggul Gumbasa, mungkin bisa bersabar dua tahun lagi, menunggu tanggul yang rusak akibat bencana alam, diperbaiki.
Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Sigi, Wimbo Hartono, mengatakan, mengatakan, pascabencana yang terjadi bulan September 2018 lalu, sejumlah fasilitas umum banyak yang mengalami kerusakan, salah satunya tanggul gumbasa yang membentang dari Kecamatan Gumbasa, Tanambulava dan Kecamatan Sigi Biromaru.
“Untuk memperbaiki total kerusakan irigasi itu bisa sampai dua tahun. Untuk memperbaikinya bukan kewenangan Dinas PUPR Sigi, namun itu kewenangan BWS, dinas terkait Pemerintah Sulteng yang berkoordinasi ke pusat,” terangnya.
Saat disinggung apakah Dinas PUPR tidak bisa menanggulangi sementara sebagai solusi agar para petani bisa memanfaatkan air untuk memenuhi areal pertaniannya, dia hanya menjawab bahwa itu bukan kewenangan Dinas PUPR Sigi.
Namun, kata dia, bila Pemkab Sigi memiliki anggaran yang cukup untuk pembuatan sumur bor dangkal, maka itu bisa menjadi salah satu solusi bagi petani. Tetapi, kata Wimbo, satu sumur dangkal hanya bisa mengairi tiga hektar. Sementara ada sekitar 5000 hektar lahan pertanian sepanjang Kecamatan Gumbasa sampai Sigi Biromaru.
“Bila itu diadakan lantas anggarannya yang cukup besar dari mana. Namun untuk tahun ini kita telah membangun dan memperbaiki sejumlah irigasi pertanian yang di bawah kewenangan sendiri,” katanya.
Sebelumnya, anggota DPRD Sigi, Budi Luhur Larengi menyayangkan sikap PUPR yang lamban melakukan penanganan irigasi Gumbasa.
“Sudah lima bulan lebih petani kita tidak bisa berbuat apa-apa karena air irigasi tidak ada. Pihak dinas tidak boleh diam dalam persoalan ini, sampaikan pada masyarakat apa yang menjadi kendala,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar itu mengajak dinas terkait maupun elemen lainnya, agar secara bersama mempercepat perbaikan irigasi tanggul Gumbasa, sekaligus mencari solusi kepada para petani, jika perbaikannya memakan waktu lama.
“Apakah warga diajak untuk bercocok tanam (berkebun) dengan tanaman seperti jagung dan tanaman lainnya, atau bertani dengan sistem jangka pendek yang tidak memerlukan air yang cukup banyak karena kalau musim panas begini tidak jadi padi,” katanya. (HADY)