OLEH : Dr. Lindanur Sipatu, S.Kep.,Ns.,MM*

Perawat merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan terbanyak diantara tenaga kesehatan lainnya dan paling sering melaksanakan interaksi langsung pada pasien.

Dalam kesehariannya, tidak jarang perawat terlihat memegang HP saat bekerja di ruangan, yang kerap menimbulkan beragam persepsi dari pasien maupun keluarga pasien. Pertanyaan yang kerap terdengar, “Perawat kok main HP saat jam kerja?”.

Kadangkala, perawat yang terlihat memegang HP sering disalahartikan sebagai tanda kelalaian atau kurangnya perhatian terhadap pasien.

Handphone bagi perawat bukan sekadar alat komunikasi pribadi, melainkan bagian penting dari sarana kerja profesional.

Penggunaan handphone oleh perawat sering kali justru berkaitan dengan kebutuhan pekerjaan, seperti menerima informasi medis, berkoordinasi dengan dokter, menyampaikan hasil pemeriksaan dari laboratorium, hingga mendokumentasikan perkembangan kondisi pasien secara cepat dan akurat.

Tanpa dukungan teknologi ini, pelayanan kesehatan akan berjalan lebih lambat dan berpotensi menghambat penanganan pasien.

Saat ini, banyak rumah sakit telah menggunakan aplikasi internal berbasis ponsel untuk mencatat status pasien, mengisi laporan keperawatan, hingga berkoordinasi antar-unit. Bahkan, komunikasi mendesak misalnya melaporkan kondisi kritis pasien kepada dokter jaga seringkali dilakukan melalui chat atau panggilan HP agar lebih cepat dibandingkan menunggu tatap muka.

Salah satu metode komunikasi yang digunakan adalah metode komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation).

Metode ini merupakan metode komunikasi secara cepat dan terstruktur.Fakta ini jarang diketahui publik, namun sesungguhnya dibalik layar kecil itulah berlangsung kolaborasi tim kesehatan yang menentukan keselamatan pasien.

Metode komunikasi SBAR, pertama kali dikembangkan di Amerika sekitar tahun 2002, di salah satu divisi regional sistem layanan kesehatan terintegrasi terbesar di Amerika Serikat (Kaiser Permanente Colorado), yang dipimpin oleh Dr. Michael Leonard.

Latar belakang mengembangkan metode komunikasi SBAR adalah bentuk respon atas tingginya insiden keselamatan pasien yang disebabkan oleh miskomunikasi antara perawat dan dokter.

Metode komunikasi SBAR menjadi kerangka komunikasi klinis yang terstruktur, ringkas dan berfokus pada inti masalah.

Inovasi ini tidak hanya memperkuat budaya keselamatan pasien di lingkungan Kaiser Permanente Colorado, tetapi juga menyebar luas ke berbagai rumah sakit di Amerika Serikat.

Pada tahun 2007, metode komunikasi SBAR digunakan oleh WHO sebagai standar internasional dan sebagai alat komunikasi terstruktur yang efektif antara petugas kesehatan di rumah sakit.

SBAR bukan sekadar alat komunikasi, tapi strategi budaya keselamatan pasien dan diharapkan semua petugas kesehatan harus menggunakan cara bicara yang ringkas, terstruktur dan berorientasi pada keputusan cepat.

Komponen SBAR menurut Kaiser Permanente adalah sebagai berikut :

  • S (Situation) : Jelaskan apa masalah pasien saat ini? → contoh : “Pasien baru saja mengalami sesak napas mendadak.”
  • B (Background): Informasi relevan yang mendukung. → contoh : “Pasien punya riwayat asma, baru menerima nebulisasi 1 jam lalu.”
  • A (Assessment): Jelaskan apa hasil evaluasi klinis ? → contoh: “Saturasi oksigen turun dari 96% ke 85% meskipun sudah diberi oksigen nasal 3 liter/menit.”
  • R (Recommendation): Apa yang dibutuhkan atau diusulkan? → contoh : “Mohon segera evaluasi pasien, mungkin perlu perawatan intensif di ruang ICU.”

Salah satu landasan penggunaan alat teknologi dalam pelayanan kesehatan adalah Permenkes No. 24 Tahun 2022. Permenkes ini menyatakan bahwa semua fasilitas pelayanan kesehatan diwajibkan menggunakan Rekam Medis Elektronik (RME / EMR) sebagai transformasi dari sistem manual. Tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, menjamin keamanan data pasien dan mencapai rekam medis yang terintegrasi serta berbasis digital.

Selain itu, beberapa hasil penelitian juga menemukan bahwa penggunaan HP bagi perawat sangat membantu dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, diantaranya adalah :

1) Penggunaan HP mempercepat komunikasi dokter-perawat, khususnya saat pasien dalam kondisi kritis (Nursing Journal, LWW, 2017),

2) Perawat menggunakan smartphone untuk mengakses informasi obat, prosedur klinis dan menerima hasil lab pasien  (Scholars Commons, University of South Carolina, 2018),

3) Penggunaan handphone oleh perawat untuk berkomunikasi dengan tim layanan kesehatan merupakan solusi untuk menyelaraskan tuntutan sistem kesehatan akan efisiensi biaya namun tetap menyediakan layanan pasien yang berkualitas (de Jong A, Donelle L, 2020),

4) Penggunaan smartphone dan aplikasi mobile oleh dokter dan tenaga kesehatan dapat mempercepat keputusan klinis, mempercepat akses informasi dan komunikasi tim (Mauricette, L,2023),

5) Penggunaan smartphone terintegrasi meningkatkan volume komunikasi antarklinik dan mempermudah koordinasi (potensi mempercepat respons) (Laura, R,2023).

Berdasarkan dukungan bukti ilmiah dan kerangka regulasi, maka penggunaan HP yang digunakan oleh perawat bukan bukti ketidakpedulian kepada pasien, melainkan bagian dari komunikasi klinis yang efisien dan penopang mutu pelayanan.

Penggunaan HP dalam praktik keperawatan sebagai salah satu sarana kerja untuk menjaga keselamatan pasien, sebagai alat kerja modern dan menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan yang efektif, cepat dan akurat.

Selain itu, pihak rumah sakit perlu menetapkan kebijakan internal yang jelas (SOP penggunaan, keamanan data, etika komunikasi) agar penggunaan HP tetap profesional dan akuntabel.

Semoga dengan pemahaman ini, kita dapat lebih menghargai profesi perawat, karena di tengah tuntutan kerja yang tinggi, mereka bukan sekadar “pegang HP”, melainkan sedang menghubungkan informasi vital demi nyawa manusia.

“Profesionalisme perawat adalah cahaya yang tak redup oleh persepsi ; ia akan selalu bersinar demi pasien yang membutuhkan.”

*Penulis adalah Dosen Prodi Manajemen PSDKU Untad Tojo Una-Una, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako