Oleh: H. Abdul Kadir Karding, M.Si
Alumni PMII, Sekjend DPP Partai Kebangkitan Bangsa.
Salah satu organisasi ekstra kampus, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar Kongres XIX di Masjid Agung, Palu, pada 15-19 Mei 2017. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Palu menjadi tuan rumah perhelatan musyawarah tertinggi organisasi mahasiswa yang berdiri pada 17 April 1960 tersebut. Dalam Kongres kali ini, PMII mengambil tema “Meneguhkan Konsensus Bernegara untuk Indonesia Berkeadaban”. Selain membahas AD/ART, keorganisasian dan memilih ketua umum yang baru, kongres PMII juga akan ada penandatanganan “Deklarasi Palu untuk Indonesia Damai”.
Kongres PMII sangat strategis karena organisasi ini sudah terlihat semakin matang. Namun, di saat usia PMII menginjak ke-57 tahun, mereka perlu terus meningkatkan kontribusi terhadap bangsa dan negara. Masih banyak sekali pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan PMII untuk bangsa dan negara. Sebab, berbagai persoalan dan ancaman kepada negara masih terus menggelayut, baik di level lokal, nasional maupun internasional.
Tema dan Deklarasi Palu ini sangat relevan dengan situasi dan kondisi negara akhir-akhir ini. Kita tahu, beberapa bulan ini ada berbagai peristiwa yang sepertinya menjadi ancaman keututan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beberapa waktu lalu, ada sebuah organisasi yang menolak demokrasi dan akan mengganti sistem negara kita.
Beberapa waktu lalu juga beredar video mahasiswa deklarasi sumpah untuk menegakkan sitem itu di Indonesia. Video dokumen sebuah simposium nasional, pada 2016 lalu.
Beberapa peristiwa tersebut membuat kita miris. Seperti yang kita tahu bahwa bangsa Indonesia itu tak hanya terdiri dari satu agama saja. Justru kekhasan bangsa Indonesia adalah adanya beberapa agama, bahkan banyak sekali suku, ras, antar golongan dan budaya.
Mereka hidup berdampingan sesuai dengan budaya dan keyakinan masing-masing. Keragaman seperti ini menjadi salah satu karakter yang memperkaya NKRI. Rasanya tak mungkin jika kita menerapkan satu hukum agama tertentu. Jika itu diterapkan maka akan mengancam keragaman bangsa.
Untuk itulah, PMII sebagai organisasi mahasiswa Islam nusantara, harus terus meningkatkan perannya untuk menjaga NKRI. Komitmen PMII menjaga NKRI sudah sangat tidak diragukan lagi. Selama ini, kader-kader PMII memiliki pemahaman ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang moderat dan toleran.
Mereka sudah terbiasa berkumpul dengan orang yang berbeda agama dan berbeda budaya. Nilai-nilai at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, at-tawazun atau seimbang dan al-i’tidal atau tegak lurus sudah menjadi praktik sehari-hari. PMII yang kini menjadi salah satu organisasi ekstra kampus harus terus melakukan fungsinya merawat perdamaian dan keberagaman. PMII harus menjadi organisasi garda terdepan dalam menjaga NKRI. Tak boleh lagi ada gerakan-gerakan yang bisa mengancam dan mengacaukan NKRI. Dalam konteks sistem dan ideologi, Pancasila juga sudah sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Pancasila sudah teruji sebagai perekat bangsa. Sebab, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terbentuk melalui proses yang cukup panjang. Pancasila bersumber dari nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri. Nilai adat istiadat, kebudayaan, moral dan nilai-nilai islami, dirumuskan menjadi Pancasila.
Bagi bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika menjadi pilar memperkuat Pancasila yang sudah final menjadi dasar falsafah serta ideologi bangsa. Nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah produk “ideologi asli” bangsa Indonesia. Indonesia merupakan imagine community yang tak ada di negara lain.
Tak heran jika banyak ulama dari Timur Tengah yang kagum dengan keberagaman Indonesia yang memiliki Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Bahkan, beberapa tahun lalu, banyak ulama asal Afghanistan yang khusus datang ke Indonesia karena ingin belajar soal Pancasila. Pancasila di tengah masalah-masalah ideologi dan keamanan terjadi di banyak negara, telah dipelajari dan memberi inspirasi bagi banyak ilmuwan, agamawan dan negarawan dari berbagai penjuru Dunia.
Saya pernah berkunjung ke vatikan dan bertemu salah satu Romo di sana, saya kaget dia menyatakan bahwa pancasila bisa jadi solusi Dunia.
Maka kita semua patut heran jika ada orang Indonesia yang ingin menerapkan sistem impor dari negara lain. Padahal, negara lain itu justru belajar Pancasila di Indonesia.
Kongres PMII yang digelar di Palu harus mengeluarkan konsep PMII sebagai penjaga NKRI. PMII perlu melakukan berbagai upaya agar NKRI tetap terjaga. Namun, jika PMII ingin menjaga NKRI maka juga harus mampu menjadi organisasi yang kuat, sinergis, solid dan memiliki visi dan misi yang jelas. Tanpa itu semua maka PMII tak akan bisa memiliki fungsi apa-apa. Lalu bagaimana agar PMII bisa solid dan kuat.
Pertama, PMII harus melahirkan paradigma yang sesuai dengan kondisi kekinian. Di era orde baru, PR yang dihadapi PMII sangat jelas, yaitu pemerintahan yang otoriter dan ti
Pertama, PMII harus melahirkan paradigma yang sesuai dengan kondisi kekinian. Di era orde baru, PR yang dihadapi PMII sangat jelas, yaitu pemerintahan yang otoriter dan tidak demokratis. Untuk itulah, kala itu PMII menjadi organisasi advokasi yang terus menerus turun ke bawah memberikan pendampingan kepada kaum-kaum lemah.
Namun, situasi saat ini sepertinya berbeda. Di era orde reformasi seperti saat ini, kekuatan negara dilucuti. Negara sudah tidak bisa lagi seenaknya memberlakukan sebuah kebijakan atau memaksakan kehendak. Rakyat juga pelan-pelan sudah mulai “cerdas politik”. Lalu apa yang bisa dilakukan PMII di tengah situasi bangsa seperti saat ini. PMII harus berperan memberikan kontribusi dalam proses pembuatan kebijakan publik yang akan diterbitkan pemerintah. Sudah waktunya PMII masuk dan berperan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan publik.
Di level pemerintah daerah, ada berbagai peraturan yang diterbitkan. Di level pemerintah pusat juga banyak sekali pembuatan berbagai undang-undang maupun peraturan-peraturan lain. PMII harus mengawal pembuatan aturan karena aturan inilah yang akan mengikat publik. Kita tahu dalam setiap pembuatan peraturan/undang-undang selalu rawan adanya “penumpang gelap” yang memiliki kepentingan tertentu. Untuk itulah, PMII sudah waktunya menyiapkan diri masuk ke peranan mengawal regulasi. PMII harus menyuarakan kepentingan publik dalam setiap pemerintah akan membuat kebijakan publik.
Kedua, agar PMII mampu berperan seperti itu, maka PMII harus memiliki sistem kaderisasi yang matang dan terkonsep secara jelas. Selama ini, PMII masih lemah di kampus/perguruan tinggi umum. PMII belum bisa masuk dan solid ke perguruan tinggi umum. Ke depan, kaderisasi di kampus umum ini harus tergarap serius. Agar kader-kader bangsa di masa mendatang memiliki pemahaman konsep ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an sesuai dengan yang diusung PMII.
Setidaknya ada tiga PR yang harus diperkuat dalam kaderisasi PMII, yaitu skill/keterampilan di berbagai bidang, ilmu pengetahuan yang komprehensif serta memiliki pondasi etika/moral dalam setiap langkahnya.
Tiga hal ini sangat penting karena kader PMII harus memiliki keterampilan di bidang-bidang tertentu. Mereka juga harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Yang juga sangat penting, di hati kader PMII harus terpatri moralitas yang baik.
Jika setiap kader PMII memiliki skill, ilmu pengetahuan dan moral yang baik maka PMII akan menjadi organisasi yang sangat diperhitungkan. Jika kader PMII tidak memiliki spesifikasi seperti itu, PMII tak akan diperhitungkan. Mereka hanya akan menjadi penggembira yang menyusahkan NKRI.
Jakarta, 14 Mei 2017
Tertanda,
Abdul Kadir Karding
Alumni PMII, Sekjend DPP Partai Kebangkitan Bangsa.