PALU- Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Advokat Indonesia (PERADI) Palu, bidang organisasi akan melaksanakan focus group discussion (FGD) pukul 15.00 WITA , bertempat di The Coffe, Jalan Nokilalaki, Kota Palu, Sabtu (23/10).

FGD ini untuk mendengarkan masukan serta pemikirin para ahli hukum, baik dari kalangan akademisi maupun anggota DPC PERADI Palu berkaitan dengan urgensi dan wewenang PERADI, dalam menentukan dan merubah atribut termasuk toga advokat dalam persidangan pidana.

Diskusi menghadirkan Ketua DPC PERADI Palu, Muslim Mamulai, Ketua DPC PERADI Poso Musthalib Rini dan Ketua DPC PERADI Banggai Nasrun Hipan, sebagai narasumber.

Sedangkan hadir sebagai penyelaras, adalah kalangan akademisi, pakar hukum administrasi negara dari Universitas Tadulako, yakni Dr. Surahman dan Dr. Rahmat Bakri. Peserta kegiatan adalah seluruh anggota PERADI se-Sulteng berjumlah kurang lebih 400 orang.

Oleh karena peserta cukup banyak, maka kegiatan ini dilaksanakan dengan mengkombinasikan metode luring dan daring. Luring akan dihadiri oleh narasumber di Palu dan peserta dalam jumlah terbatas, sedangkan narasumber dan peserta yang berada di luar kota akan mengikuti diskusi secara dalam jaringan (daring) melalui aplikasi zoom.

“Atribut advokat dalam persidangan pidana merupakan hal penting dalam rangka menguatkan marwah advokat sebagai profesi penegak hukum yang mandiri. Salah satu dari atribut tersebut adalah toga advokat sebagai atribut khusus yang merupakan identitas advokat sebagai penegak hukum yang membedakan dengan penegak hukum lainnya di ruang sidang,” kata Sekretaris PERADI Palu, Harun, Jumat, (22/10).

Hal ini kata dia, sejalan dengan ketentuan pasal 5 (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat yang menegaskan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Ia mengatakan, sebagai profesi penegak hukum yang mandiri, maka organisasi advokat juga berhak mengatur anggaran dasar /anggaran rumah tangga (AD/ART) sendiri, termasuk di dalamnya menentukan atribut advokat dan toga advokat yang digunakan dalam persidangan perkara pidana.

Sejalan dengan hal tersebut, kata dia, pada 10 Juni 2021 sekaligus sebagai acara puncak dari rangkaian rapat kerja Dewan Pimpinan Nasional (DPN). DPN PERADI secara resmi mengumumkan peluncuran logo dan pengenalan desain toga baru advokat PERADI.

Dalam perkembangannya, Ia mengatakan, desain toga baru advokat PERADI ini mengundang pro dan kontra diantara para kalangan advokat itu sendiri.

“Hal ini dilandasi oleh adanya perbedaan penafsiran dalam mengartikan dasar hukum kewenangan perubahan toga advokat,”ujarnya.

Olehnya menurutnya, terhadap hal tersebut perlu adanya kajian lebih lanjut tentang kebebasan PERADI sebagai organisasi advokat, dalam menentukan pakaian dan atribut advokat dalam persidangan pidana.

Secara umum, jelasnya, kewajiban untuk memakai pakaian sidang (toga) dalam sidang pidana bagi hakim, jaksa, penasihat hukum (advokat), dan panitera ini diatur dalam Pasal 230 ayat (2) KUHAP, Pasal 4 PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dia menambahkan, adapun ketentuan mengenai pakaian dan atribut dalam sidang bagi hakim agung dan panitera pada Mahkamah Agung, diatur tersendiri oleh Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP No. 27 Tahun 1983.

Secara lebih terinci, kata dia, ketentuan mengenai pakaian, atribut pejabat peradilan dan penasihat hukum diatur lebih lanjut dalam Permen Kehakiman M.07.UM.01.06/1983. Berdasarkan Pasal 1 Permen Kehakiman M.07.UM.01.06/1983 disebutkan “bahwa selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum memakai toga berwarna hitam dengan lengan lebar, simare dan bef, dengan atau tanpa peci”.

Pun, selama ini pengaturan atribut advokat dalam persidangan pidana masih merujuk dalam permen kehakiman Nomor M.07.UM.01. 06/1983, yang mana Permen kehakiman tersebut dibuat jauh sebelum keluarnya Undang-undang Advokat Tahun 2003.

Lebih lanjut dia katakan, keberadaan advokat waktu itu masih dibawah kendali dan pengaturan pemerintah (Kementerian Kehakiman). Sehingga permen kehakiman tersebut belum dapat mengakomodir kebutuhan advokat sebagai organisasi yang mandiri, serta belum sesuai dengan visi, misi, AD dan ART organisasi advokat PERADI.

“Sehingga ketentuan mengenai atribut advokat di persidangan harus dirubah agar sesuai dengan semangat dan ruh perjuangan advokat dalam memberikan layanan jasa hukum kepada masyarakat yang profesional,”pungkasnya.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG