PALU- Peringatan hari Anti Korupsi Dunia (Harkodia) yang jatuh pada 9 Desember 2021, harus dijadikan momentum yang baik untuk membangun dan menciptakan proses penegakkan hukum dalam perkara tindak pidana korupsi secara adil dan bermartabat di negara kita, khususnya di Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Olehnya, para penegak hukum harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan jujur dan berintegritas, tanpa pandang bulu,” kata Sekretaris Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Palu, Harun, di Palu, Selasa (7/12).
Ia mengatakan, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses penegakkan hukum, ada 3 hal penting yang menjadi pilar utama dan sangat mempengaruhi proses penegakkan hukum tersebut.
Hal pertama kata praktisi hukum ini, adalah substansi hukum (peraturan perundang undangan), kedua pelaksana ata penegak hukum dan ketiga adalah budaya hukum (budaya masyarakat).
Untuk mencapai kondisi yang adil dan bermartabat, kata dia, maka minimal dua dari tiga komponen diatas berada dalam posisi ideal. Dua komponen dimaksud adalah pelaksana/penegak hukum dan budaya hukum.
Ia menyebutkan, penerapan subtansi hukum (peraturan perundang undangan) sangat dipengaruhi oleh penegak hukum yang baik, jujur, berintegritas. Peraturan yang tidak sempurna akan menciptakan keadilan, jika diterapkan dengan baik oleh para penegak hukum.
Dalam konteks pelaksana /penegak hukum, dalam
praktek selama ini, menurutnya, masih banyak kita jumpai perilaku penegak hukum yang sangat jauh dari harapan, misalnya, adanya tebang pilih dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Selain itu, masih adanya praktek suap dikalangan penegak hukum baik itu polisi, jaksa, advokat dan hakim,”ujarnya.
Sedangkan di sisi lain, kata dia lagi, dalam konteks budaya hukum (budaya hukum diartikan sebagai sikap, perilaku masyarakat atas dan dalam menghadapi proses hukum), juga kurang lebih sama. masih banyak masyarakat khususnya para tersangka/terdakwa yang menjadikan uang sebagai alat dalam mencari keadilan.
Dia menambahkan, mereka menginginkan proses hukum atas dirinya atau keluarganya dilakukan dengan cepat dengan hukuman yang serendah-rendahnya atau bahkan bebas tanpa memperdulikan substansi hukum.
“Ini ironis,” pungkasnya. (Ikram)