SIGI – Ratusan penyintas di Desa Sidera dan Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, Kamis (07/03), memprotes keras proses pencairan dana santunan dan dana stimulan dari pemerintah. Mereka protes karena Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang diberlakukan dinilai terlalu berbelit-belit dan tidak memperhatikan apa yang menjadi kebutahan warga.
Aksi protes kemarin ditandai dengan pembuatan petisi sebagai bentuk penolakan warga terhadap upaya pemerintah yang tetap bersikukuh mencairkan dana stimulan dalam bentuk bahan bangunan. Petisi itu akan diserahkan kepada pemerintah.
“Kebijakan pemerintah terkait dana stimulan sangat tidak memihak. Bagaimana mungkin kalau dana stimulan yang dicairkan dalam bentuk fisik (bahan bangunan). Kalau rumah kita hanya rusak sedang dan sudah kita perbaiki sendiri, apakah harus rumah lagi yang kita dapat?,” tanya salah satu warga yang enggan dikorankan namanya.
Menurutnya, jika memang dana santunan itu adalah haknya, maka negara sudah sepantasnya tidak mempersulit. Pemerintah, kata dia, tinggal melakukan kontrol terhadap masyarakat.
“Atau boleh ada hitam di atas putih antara kami dengan pemerintah. Kami sebagai korban sangat mengharapkan bantuan itu, kami mohon jangan dipersulit,” harapnya.
Warga juga tengah mempertanyakan adanya informasi tentang pemotongan pajak pada masing-masing pencairan dana santunan maupun dana stimulan tersebut.
Menurut mereka, jika betul ada pemotongan pajak, maka mereka menganggap bahwa pemerintah betul-betul memanfaatkan kondisi warga yang sedang terkena bencana untuk mencari keuntungan.
Ditempat yang sama, Ketua Forum Penyintas Sidera dan Jono Oge, Nirwan, mengatakan, pihaknya memprotes keras pencairan dana stimulan dalam bentuk fisik.
Aksi itu turut dihadiri Ketua Pansus Pengawasan Penyelenggaraan Bencana (P3B) DPRD Sulteng, Yahdi Basma.
Terpisah Pemerintah Kota (Pemkot) Palu juga menegaskan bahwa rumah-rumah warga korban bencana yang berada pada zona merah dalam peta Zona Rawan Bencana (ZRB), tidak akan mendapat dana stimulan.
Ketua Satuan Tugas Validasi Data Kota Palu, Arfan, menyatakan, meskipun rumah korban hanya rusak ringan atau sedang, pemerintah tidak akan memberi dana stimulan karena pada prinsipnya lokasi itu tidak boleh dihuni lagi.
Ia memberi contoh warga yang memiliki rumah di sepanjang pantai. “Itu kan masuk zona merah. Sebagai gantinya mereka akan direlokasi dan diberi huntap (hunian tetap) di kawasan yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Pemerintah, kata dia, telah mengeluarkan imbauan berupa larangan untuk menghuni kawasan-kawasan yang masuk dalam zona merah. Lokasi-loaksi zona merah ini sementara dipasangi patok penanda oleh tim dari Kementerian PUPR.
“Kawasan yang masuk dalam zona merah itu, seperti sepanjang pesisir pantai kurang dari 500 meter dari pinggiran air laut, kawasan eks likuifaksi Balaroa dan Petobo serta kawasan yang berada di atas patahan aktif,” katanya.
Menurutnya, kebijakan itu diambil semata-mata demi keselamatan warga agar sewaktu-waktu jika fenomena alam yang serupa kembali terulang, korban jiwa yang ditimbulkan sebisa mungkin dinolkan.
“Jika mereka tetap bersikeras ingin tinggal di situ dan hanya ingin mendapat dana stimulan, pemerintah tidak akan memberikan dan tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tegasnya. (FALDI/ANT)