Sekelompok dosen dari Universitas Tadulako (Untad) melaporkan akun media sosial (medsos) yang ditengarai palsu, ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng, pekan lalu.
Akun-akun palsu tersebut menyerang beberapa dosen yang selama ini berani berbicara lantang karena merasa tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan kampus, semenjak dipimpin oleh mantan Rektor, Prof Muhammad Basir Cyio. Yang paling anyar adalah dibongkarnya dugaan penyelewengan dana Badan Layanan Umum (BLU) bernilai puluhan miliar, plus nuansa oligarki yang dipraktikkan di kampus terbesar di Sulawesi Tengah itu.
Akun-akun palsu ini berseliweran bebas memfitnah para dosen yang tergabung di kelompok “sebelah”. Aneka kalimat diunggah melalui linimasa Facebook (FB), mulai dari urusan pungutan bimbingan skripsi, hingga perselingkuhan disertai foto editan. Paling parah adalah pelemparan rumah dosen yang dianggap “terlibat”, juga pelibatan masyarakat setempat untuk membungkam diam para dosen ini.
Dewan Pengawas (Dewas) BLU Untad yang dianggap ikut-ikutan dalam urusan internal kampus pun, tak luput dari target akun palsu. Dari akun palsu tersebut, ada gambar asusila yang disisipkan pada kegiatan rapat Dewan Pengawas. Ketua Dewan Pengawas sendiri bahkan menjadi bulan-bulanan mahasiswa dengan aksi demonstrasi yang memintanya mundur dari jabatan.
Salah satu dosen yang gerah, sekaligus menjadi korban dengan keberadaan akun palsu ini adalah Prof. Dr. Djayani Nurdin, SE, M.Si. Prof Djayani adalah salah satu inisiator, sekaligus dipercayakan menjadi Ketua Kelompok Peduli Kampus (KPK) Untad. Kelompok inilah yang membongkar dugaan penyelewengan dana BLU di kampus tersebut.
Guru Besar di Fakultas Ekonomi ini bersama tujuh dosen lainnya yang turut menjadi korban, akhirnya melapor ke polisi.
“Kami melaporkan akun palsu ke Polda. Mudah-mudahan polisi bisa mengungkap ini, apakah satu akun saja yang dipakai untuk menyerang semua, atau ada berapa akun yang dibuat. Pelakunya juga begitu, apakah satu orang atau lebih. Tujuan kita hanya satu, untuk menghentikan hal-hal semacam ini, janganlah begitu, pakai akun palsu. Itu tidaklah mendidik, bicaralah langsung kalau ada yang tidak sependapat. Kalau kami prinsipnya sederhana, katakanlah yang benar walaupun itu pahit,” tutur Prof Djayani kepada media ini, Senin (13/09).
Pihaknya sendiri juga ingin mengungkap, siapa sebenarnya di balik itu semua. Sebab, kata dia, apa yang dilakuan itu tidaklah etis.
“Kita sangat menyayangkan kalau orang di balik ini ada dari dalam dunia kampus. Tidak boleh seperti itu, yang kita lakukan justru gentle, kita ada bukti. Kalau kita lakukan secara berhadapan, akan lebih bagus. Tapi ini, kita tidak tahu siapa yang dilawan,” tutur Pembantu Rektor (PR) III di jaman Rektor Muhammad Basir Cyio itu.
Lebih lanjut ia mengatakan, akun palsu ini sudah ada sejak tahun 2012 lalu, di mana setiap orang yang dianggap menyerang kebijakan Rektor, pasti diserang dengan akun palsu.
“Kita tidak menyebut siapa dalang atau pelaku di balik ini, tapi yang jelas indikasinya ketika ada kebijakan dia (Basir Cyio) selaku rektor dikritisi, baik oleh mahasiswa, dosen, maupun pegawai, pasti mendapatkan serangan dari akun palsu,” ungkapnya.
Ia lalu menyebut beberapa akademisi yang pernah menjadi korban dari akun palsu tersebut. Mereka adalah mantan PR II Arifuddin Bidin, mantan PR III Dr. Ir. Sagaf, MP yang disandingkan dengan foto wanita, termasuk baru-baru ini Dosen FISIP Muhammad Marzuki.
“Indikasinya jelas, kalau ini fair, maksudnya siapa saja diserang akun palsu, okelah. Tapi ini tidak pernah menyerang kepada mereka yang diam, seperti PR II, Dekan FISIP atau yang lain. Artinya memang, mereka ingin membungkam kita,” tegasnya.
Ia pun menyentil persoalan yang mengemuka baru-baru ini, yakni terbongkarnya penyelewengan dana BLU. Namun, kata dia, publik justru dipengaruhi dengan opini bahwa kekisruhan dugaan korupsi tersebut hanyalah dinamika kehidupan kampus semata. Hanya riak-riak kecil. Biasalah dalam dunia akademik.
“Karena tidak mempan, dilanjutkan dengan fitnah bahwa KPK adalah orang-orang yang kecewa yang membungkus diri dengan kata perduli,” ujarnya.
Masih belum efektif lagi, lanjut dia, diteruskan lagi bahwa KPK adalah barisan orang-orang yang berambisi mau menjadi Rektor berikutnya.
“Semua orang tahu kalau Ini lagu lama yang terus dijual untuk menyerang mereka yang mencoba menguak kebobrokan di Kampus Tadulako. Pada saat bersamaan, penyerangan gencar terhadap anggota KPK Untad melalui sejumlah akun di media sosial yang kami sudah kantongi buktinya, termasuk dugaan penyerangan fisik melalui pelemparan rumah terhadap anggota KPK Untad,” bebernya.
Masih tidak berhasil, kata dia, mereka lalu masuk pada ranah yang paling sensitif, yaitu menyertakan masyarakat sekitar kampus sebagai tameng.
“Ini sangat berbahaya karena, bisa memicu sentimen sosial untuk membela kejahatan individu. Dibangunlah logika premis, seolah menyerang individu oknum yang menyimpang (korupsi, kolusi dan nepotisme) sama dengan menyerang masyarakat,” katanya.
Padahal, kata dia, mereka lupa bahwa mempersoalkan sebuah kejahatan yang lahir dari kebijakan yang keliru dan merugikan publik, bukanlah urusan pribadi. Karenanya, tidak identik dengan menyerang pribadi atau pencemaran nama baik.
“Justru, barang siapa yang mengetahui ada kejahatan (korupsi), lalu mendiamkannya, itulah perbuatan melawan hukum,” tambahnya.
Ia menilai, logika sesat yang dibangun untuk melibatkan masyarakat tersebut, patut diduga sebagai upaya untuk menutupi sumber kejahatan yang sesungguhnya. Baginya, sangat aneh bila tiba-tiba ada komunitas yang menamakan dirinya Komunitas Ojek, mengirimkan surat bernada ancaman ke anggota KPK Untad untuk membela oknum.
“Diketahui bahwa sebelumnya ada pertemuan yang diduga dimobilisasi untuk tujuan ini, atas nama silaturrahmi. Silaturahmi inipun dibumbui kata kerinduan setelah kurang lebih tiga tahun terputus,” ungkap mantan Dekan Fakultas Ekonomi itu.
Ia juga berpandangan, bila masyarakat ini paham duduk masalahnya, mereka harusnya berdiri di garda terdepan untuk mendorong dibongkarnya kasus dugaan korupsi ini.
Di hari yang sama, Dosen Fakultas Pertanian Untad, Dr. Ir. Muh. Nur Sangadji, DEA, mengaku ikut menemani Prof Djayani melapor ke kepolisian.
“Ya selain melaporkan akun palsu ini, Prof Djayani juga melaporkan adanya dugaan pengancaman karena ia merasa diserang dengan adanya surat dari Forum Keluarga Sintuwu Maroso dan Keluarga Pangkalan Ojek Tondo Ngapa yang isinya keberatan dengan gerakan yang dipimpin Prof Djayani untuk membongkar kasus di Untad,” kata Nur Sangadji.
Ia sendiri mengaku bingung, kenapa harus melibatkan masyarakat. Padahal, kata dia, jika dia (Basir Cyio) keberatan dan merasa namanya dicemarkan, harusnya melapor ke polisi, bukan ke masyarakat.
“Itu penghasutan namanya,” katanya.
Sebelumnya, Nur Sangadji juga sudah pernah memasukkan laporan terkait kasus pelemparan rumahnya, beberapa waktu lalu. Ia berharap, laporan kali ini bisa menjadi bukti baru bagi kepolisian untuk mengungkap kasus pelemparan rumahnya tersebut.
“Semoga ini bisa novum karena waktu itu memang polisi masih kesulitan,” pungkasnya.
Laporan terkait akun palsu juga sudah pernah dilakukan oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untad Palu, Drs. Muhammad Marzuki, M.Si. Ia melaporkan pemilik akun Facebook (FB) Nardi Multazam, karena postingannya yang dianggap fitnah dan mencemarkan nama baik. Dalam postingan itu, Marzuki dituduh meminta uang “pelicin” antara Rp150 ribu sampai Rp250 ribu bagi mahasiswa yang mengikuti bimbingan skripsi.
Mantan Rektor Untad, Prof Muh Basir Cyio yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp (WA), mengaku tidak tahu menahu dengan keberadaan akun palsu yang dilaporkan sejumlah dosen ke polisi.
“Waduh sy tdk tahu menahu itu Dinda. Sebaiknya lapor ke Polisi dan tangkap mereka. Sy ini tdk pernah mengeluh dan mengadu kepada siapapun,” demikian penggalan pesan WA Ketua Senat Untad itu. (RIFAY/FALDI)