Oleh: Gladius Alfonsus
Pada Senin, 17 Januari 2022, Kepala Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Tengah, Drs. Simon Sapary, M.Sc, menyampaikan rilis angka kemiskinan Sulawesi Tengah keadaan September 2021. Dalam rilis tersebut disampaikan jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah berkurang sebanyak 23,20 ribu orang, dari 404,44 ribu orang pada Maret 2021 menjadi 381,21 ribu orang pada September 2021. Kondisi serupa juga terlihat dari besaran persentase penduduk miskin, dimana terjadi penurunan sebesar 0,82 persen poin dari 13,00 persen pada Maret 2021 menjadi 12,18 persen. Ada beberapa catatan menggembirakan yang diperoleh dari penyampaian rilis angka kemiskinan tersebut.
Pertama, secara absolut jumlah penduduk miskin September 2021 ini merupakan jumlah terendah yang pernah dicapai Sulawesi Tengah. Data BPS menunjukkan capaian terendah Sulawesi Tengah sebelumnya terjadi pada tujuh tahun yang lalu, tepatnya pada September 2014, dimana saat itu jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 387,06 ribu jiwa.
Kedua, secara persentase capaian Sulawesi Tengah tersebut juga merupakan yang terendah dalam catatan BPS. Persentase terendah sebelumnya adalah sebesar 12,92 persen yang dicapai pada Maret 2020. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin ini sedikit banyak tentu akan mengurangi beban pemerintah daerah dalam menyukseskan program penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, besaran perubahan angka kemiskinan, baik secara absolut maupun persentase, merupakan yang tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Sejak 2011 penurunan jumlah penduduk miskin berkisar pada angka 3-15 ribu orang, namun pada September 2021 penurunannya mencapai 23,20 ribu orang. Catatan penurunan persentase sejak 2011 yang berkisar pada angka 0,06-0,65 persen poin, namun pada September 2021 mencapai 0,82 persen poin.
Keempat, secara regional catatan penurunan angka kemiskinan tersebut merupakan yang tertinggi dibanding lima provinsi lain di Pulau Sulawesi. Penurunan penduduk miskin Sulawesi Tengah sebesar 23,20 ribu orang masih lebih tinggi dibanding Sulawesi Selatan (19,50 ribu orang) ataupun Sulawesi Utara (9,80 ribu orang). Demikian halnya dengan penurunan persentase penduduk miskin Sulawesi Tengah sebesar 0,82 persen poin yang jauh lebih tinggi dibanding Sulawesi Utara (0,41 persen poin) ataupun Sulawesi Selatan (0,25 persen poin).
Catatan-catatan menggembirakan tersebut tentunya merupakan angin segar bagi upaya keras pemerintah daerah dalam mengentaskan kemiskinan, khususnya dimasa pandemi ini. Kita ketahui bersama bahwa berbagai regulasi pembatasan aktivitas masyarakat dalam mencegah penyebaran Covid-19 tentu memberi tekanan bagi peningkatan ekonomi masyarakat yang notabene merupakan senjata utama dalam menekan laju pertumbuhan penduduk miskin. Namun melihat catatan-catatan tadi, kita optimis bahwa upaya dan kerja keras yang diambil oleh pemerintah daerah dalam pengendalian kemiskinan di Sulawesi Tengah sudah berada pada jalur yang tepat.
Di balik deretan prestasi terkait penurunan kemiskinan tersebut, tentu saja kita dihadapkan pada tantangan untuk tetap mempertahankannya. Berkaca dari pengalaman pada periode-periode sebelumnya, pemerintah daerah perlu mewaspadai efek “rebound” pada perkembangan tingkat kemiskinan. Perlu diketahui bahwa dari series angka kemiskinan Sulawesi Tengah, hampir setiap kali terjadi penurunan tajam persentase kemiskinan akan diikuti oleh kenaikan persentase pada periode berikutnya. Tahun 2000 ketika angka kemiskinan kita turun sebesar 4,18 persen poin, langsung dibarengi kenaikan sebesar 0,78 persen poin pada periode berikutnya di tahun 2001. Tahun 2004 angka kemiskinan turun sebesar 1,35 persen poin, namun kembali naik 0,11 persen poin pada 2005. Fenomena serupa juga terjadi pada periode Maret-September 2001, September 2014-Maret 2015, dan September 2016-Maret 2017.
Mengawal Bantuan Sosial
Guna tetap mempertahankan capaian kinerja penanggulangan kemiskinan sekaligus menghindari fenomena “rebound” tersebut, pemerintah harus tetap berusaha meningkatkan pengeluaran pada rumah tangga miskin. Perlu diketahui bahwa pengukuran tingkat kemiskinan yang dilakukan saat ini berpatokan pada seberapa besar rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan hidup dasarnya. Pengeluaran rumah tangga ini dapat menggambarkan daya beli rumah tangga yang sesungguhnya atau kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Peningkatan pengeluaran rumah tangga ini dapat dicapai selain melalui peningkatan ekonomi warga, juga dengan pemberian bantuan sosial.
Saat ini setidaknya terdapat empat program besar berupa bantuan tunai yang dicanangkan pemerintah pusat, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), BLT Dana Desa (BLT DD), dan Bantuan Sosial Tunai (BST). Empat program besar tersebut juga didukung oleh program-program bantuan sosial di masing=masing daerah, seperti Jamkesda, kartu kerja daerah, dan lain-lain. Program-program tersebut dari tahun ke tahun hendaknya terus ditingkatkan efektivitasnya.
Secara sederhana, ada tiga langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan efektivitas bantuan sosial. Pertama, dengan memperbesar nilai bantuan yang disesuaikan dengan besaran garis kemiskinan. Sebagai perbandingan, rata-rata garis kemiskinan Sulawesi Tengah September 2021 adalah Rp.2.533.096,- per rumah tangga miskin per bulan. Artinya, bantuan sosial yang diterima rumah tangga miskin per bulan harus cukup signifikan untuk meningkatkan pengeluaran rumah tangganya melebihi nilai nominal tersebut. Tentu saja untuk menambah nilai bantuan, satu program dapat saling melengkapi atau dikombinaskan dengan program lain untuk memperbesar manfaat program terhadap pengeluaran rumah tangga.
Kedua, dengan memperluas cakupan program-program perlindungan sosial yang telah ada, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin yang belum tercakup bantuan sosial mana pun. Untuk keperluan ini, perbaikan basis data rumah tangga miskin, rentan miskin, dan yang terdampak pandemi pun menjadi krusial karena basis data yang baik menentukan tepat tidaknya sasaran suatu program.
***Penulis adalah Statistisi Ahli Muda BPS Prov. Sulteng