PALU – Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifudin resmi membuka kegiatan Annual International Conference On Islamic Studies (AICIS) Ke-18 Tahun, di Selasa, (18/9) di salah satu Hotel di Kota Palu.
Dalam sambutannya Menag menjelaskan, beberapa tahun terakhir sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam mengalami penguatan struktural seperti perubahan STAIN menjadi IAIN, dan sejumlah IAIN bermetamorfosis menjadi UIN.
Menilik hal itu, Lukman menekankan, dalam perubahan struktur perguruan tinggi tersebut tidak semata dipahami sebagai meningkatnya anggaran dan penambahan jumlah program studi di dalam kampus.
Dia menambahkan, perubahan tersebut merupakan hijrahnya perguruan tinggi Islam yang diawal sebagai lembaga dakwah menjadi intitusi yang memiliki penemuan atau riset dan tradisi.
“Saya sering tegaskan kepada para pimpinan Kampus bahwa transformasi tersebut hendaknya tidak semata dipahami sebagai peningkatan anggaran atau penambahan jumlah prodi belaka. Tapi lebih dari itu adalah hijrah perguruan tinggi Islam, dari penekanan awal sebagai lembaga dakwah ilmu-ilmu agama, menjadi institusi yang memiliki tradisi riset yang baik, menjadi kampus yang mampu mengintegrasikan ilmu-ilmu keislaman dengan sains dan teknologi, serta menjadi rumah yang nyaman bagi dosen dan peneliti untuk menghasilkan temuan-temuan berkualitas, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan keilmuan global,” katanya.
Menag juga meminta bagi para pimpinan kampus khsusunya Universitas Islam Negeri (UIN), harus mampu merumuskan riset unggulan bermutu dan berkesinambungan, sehingga Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) bisa bersaing, tidak hanya dalam bidang ilmu agama saja.
Di satu sisi kata dia, forum AICIS hendaknya dimanfaatkan oleh segenap civitas akademika untuk belajar dari para sarjana terkemuka asal Negara lain untuk menghasilkan riset yang dapat dipublikasikan.
“Kita perlu tunjukkan bahwa buku kita juga bisa diterbitkan oleh Penerbit terkemuka di luar Negeri, dan artikel yang kita tulis pun tidak sekedar tersimpan di rak-rak pribadi, melainkan terbit juga di jurnal-jurnal bereputasi nasional dan internasional,” katanya.
Menag juga berharap, dalam diskusi selama tiga hari ke depan, merespon serta memberikan solusi atas masalah-masalah sosial keagamaan yang belakangan mengganggu kerukunan umat beragama. Misalnya, kasus intoleransi umat mayoritas terhadap minoritas, dan sebaliknya. Menurut Menag, generasi saat ini, atau generasi media sosial (Medsos) seakan enggan beragama berbasis pada bacaan sumber primer, hingga kasus-kasus radikalisme dan terorisme.
“Ketiga, harapan saya adalah agar selama Konferensi ini berlangsung, para narasumber dan peserta juga dapat bersama-sama memikirkan kontribusi apa yang dapat kita berikan untuk perdamaian dunia,” pungkasnya. (NANANG IP)