DONGGALA – Sejumlah pengolah air nira dari pohon aren meningkatkan nilai tambah gula merah menjadi gula semut, melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Salumpaku, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.
Pelatihan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan Dana Desa dalam rangka pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan ekonomi berdasarkan potensi desa.
Sekretaris Kecamatan Banawa Selatan yang juga menjabat sebagai Pjs Kepala Desa Salumpaku, Nurhayati, mengatakan, di desanya, hampir seluruh warga mengolah air nira dari pohon aren untuk menjadi gula merah.
Dengan potensi itu, kata dia, maka perlu kiranya meningkatkan pengolahan menjadi produk yang nilainya bisa bertambah selain produk gula merah yang ada sekarang.
“Kami dari pemerintah desa melalui dana desa mencoba meningkatkan kapasitas warga pengolah air nira untuk meningkatkan nilai tambah, tak sekadar menghasilkan gula merah tapi menghasilkan produk turunan menjadi gula semut yang secara ekonomi memiliki nilai jual lebih dari gula merah saja,” ujar Nurhayati, Ahad (08/11).
Namun demikian, kata dia, ada permasalahan yang selalu dihadapi, yakni menyangkut pemasaran produk. Tetapi ia optimis bahwa produk gula merah selalu akan ada pasarnya, terlebih lagi jika ada produk turunan yang dijamin ada keberlanjutan serta kualitas yang terjamin.
“Saya meminta agar kelompok yang mengikuti pelatihan ini mampu menerapkan pengetahuan yang diterima menjadi pendorong untuk meningkatkan pendapatan,” harapnya.
Baco, salah seorang pengolah gula merah, menyampaikan, penduduk di desanya sebagian besar pengolah gula merah dan sudah dipasarkan ke mana-mana dan menjadi usaha yang membantu perekonomian warga.
Hanya saja, lanjut dia, mereka belum pernah mengolah air nira pohon aren menjadi produk yang lain seperti gula semut.
“Secara hitung-hitungan, kami di desa ternyata secara rata-rata mampu menghasilkan gula merah lima kilo per hari. Melalui pelatihan ini juga baru tahu kalau air nira pohon aren dapat dibuat menjadi gula semut, bahkan nilainya lebih tinggi dari gula merah yang selama ini kami buat,” ungkapnya.
Mochammad Subarkah dari Relawan untuk Orang dan Alam (ROA), yang memberikan pelatihan, menyebutkan, dari analisa usaha berdasarkan potensi yang digali bersama-sama kelompok dengan rata-rata lima kilo per hari, dengan jumlah pengolah gula aren 10 orang saja, maka dapat menghasilkan 1.500 kilogram gula merah dalam sebulan.
“Berdasarkan hal itu, tentu produksi gula merah dalam sebulan bisa dipastikan mencapai belasan ton dalam sebulan. Ini merupakan peluang usaha yang baik untuk dikembangkan menambah pendapatan masyarakat secara ekonomi,” urai Subarkah.
Sementara itu, pendamping profesional tenaga ahli madya pengelolaan keuangan desa, Program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Sulawesi Tengah, Sumadi, mengatakan, dalam memecahkan persoalan pasar yang dihadapi pengolah gula merah adalah dengan cara bekerja sama dengan Bumdes. Lembaga usaha milik desa itu dapat mengambil peran dalam mengumpulkan dan memasarkan produk kelompok usaha, bahkan mempromosikan kepada target pasar dengan membangun sebuah aturan dan komitmen bersama.
“Produknya dapat dibeli oleh Bumdes sehingga kelompok tidak perlu jauh memasarkan produknya lagi. Bumdes pun dapat berkontribusi bagi pendapatan desa,” usul Sumadi.
Ia menambahkan, pohon aren menghasilkan ijuk, lidi, kolangkaling dan air nira, bahan baku gula merah dan gula semut.
“Desa membangun dengan melihat potensi yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat untuk menuju kemandirian desa. Gunakan dana desa seefektif mungkin untuk kemajuan desa,” tegasnya. (***/RIFAY)