Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Dilakukan oleh Kejati Sulteng

oleh -
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Emilwan Ridwan bersama Kepala Kejaksaan Negeri Poso, memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif di Kantor Kejati Sulteng, Jalan Sam Ratulangi Kota Palu, Senin (12/6). FOTO: Humas Kejati Sulteng

PALU- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Emilwan Ridwan bersama Kepala Kejaksaan Negeri Poso, memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Ekspos dilakukan secara virtual dengan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda di Kejaksaan Agung, Agnes Triani, Pertemuan tersebut dihadiri juga oleh Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dan para Kepala Seksi di bidang Tindak Pidana Umum.

Dalam keterangan tertulis diterima Media Alkhairaat.id Selasa (13/6). Kasipenkum Kejati Sulteng Muhammad Ronald mengatakan, dalam proses tersebut, diajukan penghentian penuntutan terhadap tersangka Syalom Satya Vanjana Mosero dari Kejaksaan Negeri Poso yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Ia menyebutkan, permohonan penghentian penuntutan ini didasarkan pada prinsip keadilan restoratif dengan beberapa alasan yang disampaikan, antara lain,Tersangka telah meminta maaf kepada korban, dan korban telah memaafkan.Tersangka merupakan pelaku pertama kali dalam melakukan tindak pidana.

BACA JUGA :  25 Anggota DPRD Kabupaten Morowali Periode 2024-2029 Dilantik

“Ancaman pidana yang dihadapi tidak lebih dari 5 tahun.Tersangka berkomitmen untuk tidak mengulangi perbuatannya.Proses perdamaian dilakukan secara sukarela melalui musyawarah untuk mufakat tanpa tekanan atau intimidasi.Respons masyarakat terhadap proses perdamaian ini positif,” bebernya.

Selain itu, sebut dia ,ada perkara lain yang dimohonkan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif. Perkara tersebut melibatkan Muh. Rinto yang diduga melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP.

Alasan penghentian penuntutan antara lain ujar dia, Korban telah memaafkan dengan sukarela dan menyampaikannya secara lisan kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Palu untuk melakukan keadilan restoratif.

Tersangka juga merupakan pelaku pertama kali dalam melakukan tindak pidana.

BACA JUGA :  Kemenag Kota Palu dan BWI Teken MoU untuk Optimalkan Wakaf Uang bagi Tenaga Pendidik dan Fasilitas Pendidikan

Ancaman pidana yang dihadapi tidak lebih dari 5 tahun.

“Kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut tidak melebihi Rp2,5 juta Tersangka merupakan tulang punggung keluarga.Tersangka dan korban saling mengenal dan tinggal di lingkungan yang sama.Respons masyarakat terhadap proses perdamaian ini juga positif,” terangnya.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini ucap dia, merupakan upaya untuk mencapai rekonsiliasi dan perdamaian antara pelaku dan korban.

“Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah berharap bahwa pendekatan ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua pihak yang terlibat,” pungkasnya. (IKRAM)