OLEH : H Mochsen Alaydrus
Ali Bin Abi Thalib ra . pernah berkata, ”Andai tidak ada lima perkara, seluruh manusia tentu menjadi orang-orang shalih. Pertama: Merasa puas dengan kebodohan. Kedua: Terlalu fokus terhadap dunia. Ketiga: Bakhil terhadap harta. Keempat: Riya dalam beramal. Kelima: Membanggakan diri sendiri.”
Terkait sikap merasa puas dengan kebodohan, jelas sikap ini tercela. Pasalnya, Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Rasulullah saw. bersabda, ”Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.” (HR Muslim).
Seseorang yang kehilangan ilmu, bisa dipastikan terjebak dalam ‘penyakit’ yang berujung kepada kesesatan. Sebab, setan akan mudah memasuki hati yang tak terisi ilmu. Salah satu ‘penyakit’ mengantar pada kesesatan itu adalah penyakit bagga diri (ujub) dan sombong (kibr).
Hadits lain menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda, : “Akan terjadi menjelang Kiamat nanti hari-hari dimana ilmu agama ditarik dan kebodohan merajalela di mana-mana, serta terjadi berbagai bentuk kekacauan di seluruh penjuru bumi. Dan kekacauan dimaksud berbentuk pembunuhan.” (Muttafaqun ‘alaih,)
Semua itu menunjukkan, bahwa keberadaan ilmu akan ditarik dari sisi manusia pada akhir zaman, hingga al Qur’an terlupakan, baik yang ada dalam lembaran-lembaran (mushaf) ataupun dari dada manusia. Tinggalla manusia tanpa ilmu agama. Dimana kemudian orang-orang yang telah berusia senja memberitahukan, bahwa mereka pernah menemui suatu masa, yang mana masih ada orang yang bersaksi dengan kalimat La ilaha illallah dan mereka mengucapkan kalimat tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sungguh kalimat tersebut sangat bermanfaat bagi mereka, meskipun mereka tidak mempunyai amal shalih, ilmu yang bermanfaat, dan lainnya.
Terkait sikap terlalu fokus terhadap dunia, ini pun buruk dalam pandangan Islam. Sebab, Allah SWT telah berfirman (yang artinya): Carilah pada apa yang telah Allah anugerahkan kepada kalian (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kalian melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi (QS al-Qashash [28]: 77).
Lihatlah disekeliling kita betapa manusia tenggelam dalam dunia. Mereka sudah tak mengenal istirahat dalam mencari harta dunia, bahkan sudah diambang batas bahaya karena sudah tak mempedulikan penciptanya. Bila waktu shalat misalnya manusia seolah olah tak mendenganr panggilan Allah. Manusia sudah tak peduli dengan akhirat.
Terkait sikap bakhil terhadap harta, maka kita tampaknya perlu menyadari kata-kata Imam Ja’far ash-Shadiq. Beliau pernah menyatakan, seorang hamba mesti menyadari bahwa apa yang ada padanya bukan miliknya, tetapi milik ’tuan’-nya, yakni Allah SWT. Segala hal yang ada padanya adalah titipan dari-Nya. Jadi, tak selayaknya dia bakhil terhadap harta, yang juga sesungguhnya merupakan titipan Allah yang kebetulan Dia titipkan kepada dirinya.
Terkait sikap riya dalam beramal, Rasul saw. bersabda, ”Sungguh Allah SWT mengharamkan surga atas orang-orang yang berbuat riya.” (HR Abu Nu’aim).
Terakhir, terkait sikap membanggakan diri sendiri, kita wajib menyadari bahwa tak layak manusia membanggakan diri. Sebab, sejak awal manusia diciptakan dari ’air yang hina’. Lebih dari itu, apa yang harus dibanggakan manusia jika semua yang ada manusia, termasuk dirinya sekalipun, adalah milik Allah SWT
Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim). Wallahul Mustaan
*Penulis Adalah Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenag) Sulawesi Tengah