PALU – Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) bereaksi menyikapi pernyataan MB, salah satu terperiksa dugaan tindak pidana korupsi di Untad yang saat ini tengah dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pernyataan yang dimaksud, utamanya terkait pengembalian kerugian negara oleh yang bersangkutan atas dugaan korupsi yang dilaporkan KPK Untad kepada Kejati.

Kali ini, KPK Untad tidak sendiri, melainkan bersama tim pendamping hukum dari Haris Azhar Law Office.

Wakil Ketua KPK Untad, Jamaluddin A. Mariajang, mengatakan, tanggapan itu bertujuan untuk meluruskan, sekaligus memberikan pemahaman hukum bagi khalayak luas terhadap duduk perkara dugaan korupsi yang terjadi di Untad.

“MB menganggap bahwa dirinya dan sejumlah pihak terkait lainnya bebas dari perkara dugaan korupsi karena telah mengembalikan dana hasil perjalanan dinas dalam rangka menghadiri kegiatan fiktif yang dilakukan pada lembaga ilegal IPCC Untad,” kata Jamaluddin Mariadjang, Ahad (05/02).

Menurut Jamal, sapaan akrabnya, mestinya MB paham bahwa Kejati melakukan pemanggilan atau pemeriksaan awal, didasarkan atas telaah yang cukup atas berbagai bukti permulaan yang telah diterima dari berbagai sumber, termasuk KPK Untad.

“Pihak Kejati tentu saja tidak semaunya melakukan pemanggilan terhadap seseorang atau sekelompok orang untuk diperiksa atau dimintai keterangan. Ada hasil kajian pendahuluan atas bukti, selain konsekuensi hukum yang mendasarinya berdasarkan aturan perundangan yang berlaku,” ujar Jamal.

Ia juga menyinggung pernyataan MB yang dinilai tendensius bahkan kekanak-kanakan, atas pemberitaan dimulainya penyelidikan dugaan korupsi di Untad.

“Dipanggil Kejati dihubungkan dengan subyektifitas dia terhadap pribadi Prof. Djayani (Ketua KPK Untad). Tanpa sadar, ia (MB) juga telah diperiksa dan pasti dijatuhi hukuman berat oleh APIP (Aparat Pengawas Instansi Pemerintah) Kemendikbudristek,” tutupnya.

Senada dengan itu, Ketua KPK Untad, Prof Djayani mengatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidaklah menghapus unsur dugaan tindak pidana korupsi.

“Jika telah mengembalikan uang hasil korupsi lalu tidak diproses pidana, maka orang akan ramai-ramai korupsi, kalau kedapatan ya cukup dikembalikan saja biar aman, bagaimana jika tidak ketahuan?,” katanya sambal tertawa.

Ia berharap kepada MB untuk tidak menyerang pribadi, sebab pihaknya di KPK Untad juga tidak pernah mengobral sisi kehidupan pribadi seseorang.

Sementara itu aktivis HAM yang juga pegiat anti korupsi, Haris Azhar, mengatakan, walaupun di dalam laporan BPK para pihak yang terlibat telah mengembalikan dana perjalanan dinas tersebut kepada negara, namun hal itu tidak membatalkan proses penegakan hukum.

“Patut dicamkan baik-baik ya, bahwa UU Tipikor itu semangat utamanya bukan untuk menyelamatkan para koruptor, tetapi justru sebaliknya. Pasal 4 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan gamblang menyatakan bahwa pengembalian kerugiaan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana,” tegasnya.

Senada dengan Haris, Elfiansyah Alayidrus yang juga tergabung pada Haris Azhar Law Office menjelaskan sejumlah ketentuan perundangan terkait perkara tipikor, antara lain Pasal 38 ayat (1) Peraturan BPK Nomor: 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara yang menyatakan bahwa bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Elfiansyah menambahkan bahwa pada Pasal 10 Peraturan BPK No. 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa penyelesaian tindak lanjut tidak menghapuskan tuntutan pidana.

“Selain itu juga diatur dalam Pasal 62 ayat (2) UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti-buktinya kepada instansi yang berwenang, yang tidak lain adalah APH,” urainya.

MB yang dikonfirmasi awak media ini melalui pesan WhatsApp, terkesan pasrah. Ia mempersilahkan untuk menulis apapun yang ingin diberitakan.

Kalau MAL, tulis saja apa yang kira2 mau ditulis dinda. Kalau sudah MAL yang tulis sudah betul Itu dinda,” demikian jawaban dari MB kepada awak media ini.

Berdasarkan data dari KPK Untad, selain hasil temuan BPK RI, juga terdapat temuan lain yang bersumber dari Itjen Kemendikbudristek sejumlah Rp574 juta dengan modus yang identic namun memiliki tanggal kejadian yang berbeda. Jika diakumulasi, jumlahnya mencapai sekitar Rp2,3 miliar.

Selain itu, terdapat pula sebuah dokumen yang berisi RKA-KL IPCC UNTAD TA. 2020 dengan pagu anggaran sejumlah Rp2.5 miliar.

Beberapa sumber yang tidak bersedia ditulis namanya menyebutkan bahwa anggaran tersebut diduga banyak yang dimanipulasi, khususnya terkait biaya operasional dan penerbitan berkala ilmiah pada lembaga non-OTK tersebut.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay