PALU – Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, beberapa waktu lalu telah melakukan kunjungan ke Kota Palu dalam rangka penilaian Adipura.
Salah satu titik yang menjadi penilaian adalah lokasi pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) TPA Kawatuna, Mohammad Saiful, mengatakan, ada beberapa hal yang telah disampaikan kepada tim penilai tersebut, yakni tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) dari proses masuknya armada sampah ke TPA.
“Adapun alur dan mekanisme yang kita jelaskan kepada tim penilai meliputi SOP mulai dari pos jaga, peta lokasi, dan SOP jembatan timbang” ujar Saiful kepada sejumlah awak media, saat melakukan kunjungan ke TPA Kawatuna, Kamis (09/11).
Selanjutnya, kata Saiful, objek yang dimintai keterangan oleh tim adalah Kantor UPTD, gedung workshop, gudang alat berat, dan gedung MLF atau pengolahan sampah.
“Yang paling menjadi perhatian yakni di zona tidak aktif, di mana dalam zona tersebut tidak boleh ada sampah yang terlihat,”ungkapnya.
Selain itu, tambah Saipul, di TPA Kawatuna juga ada area lindi berupa bak tempat penampungan air sampah.
Di tempat itu, kata dia, air yang berasal dari tempat pemrosesan sampah (landfill) dibuang melalui proses penyaringan sehingga airnya menjadi bersih.
Sementara itu, kata dia, bagian pagar TPA juga ada petugas TNI yang menjaga, termasuk petugas lain yang menyiram tanaman dan jalan, serta petugas yang mengawasi hewan ternak.
Lebih lanjut ia mengatakan, luas areal TPA Kawatuna adalah 6 hektar dan yang akan dibebaskan keseluruhannya seluas 29 hektar.
Di tempat yang sama, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu, Ibnu Mundzir, mengatakan, ada banyak perubahan yang terjadi di Kawatuna saat ini.
Hal itu menunjukan proses pengelolaan sampah juga semakin baik dari sebelumnya
“Kalau sebelumnya, di zona tidak aktif itu tidak terkelola dengan baik, sehingga sampah harus ditimbun dan ditanami pohon guna penghijauan,” jelasnya.
Ditanyai soal kesiapan TPA Kawatuna dalam rangka penilaian Adipura, Ibnu mengaku bahwa pihaknya telah menggunakan standar terbaik dalam upaya mewujudkan cita-cita itu.
Lebih lanjut Ibnu mengatakan, ada tiga sistem pembuangan sampah, yakni open dumping pembuangan terbuka atau metode pembuangan sederhana.
Selanjutnya, control landfill. Menurutnya, lebih maju dibanding open dumping.
“Secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan,” jelasnya..
Kemudian, kata dia, ada proses perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
“Metode ini baik untuk diterapkan di kota sedang dan kota kecil,” katanya.
Metode terakhir adalah sanitary landfill, yaitu sistem pengolahan sampah menggunakan area tanah yang terbuka dan luas.
Kata dia, cara yang digunakan adalah dengan membuat lubang, selanjutnya sampah dimasukkan ke lubang tersebut, kemudian ditimbun dan dipadatkan
“Yang paling bagus itu metode sanitary land fill, yang digunakan di kota-kota besar. Kita di Palu sekalipun bukan kota besar namun kita menerapkan metode itu,” imbuhnya.
Reporter : Hamid/Editor : Rifay