PALU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palu, menggelar sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif, di salah satu restoran, di Kota Palu, Senin (15/08).

Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU pengawasan partisipatif antara Bawaslu Kota Palu dengan delapan organisasi kepemudaan dan mahasiswa.

Delapan organisasi kepemudaan dan mahasiswa tersebut yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palu, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Palu, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Kota Palu, dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Palu.

Selanjutnya, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Kota Palu, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Palu, serta Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila Kota Palu.

Ketua Bawaslu Kota Palu, Ivan Yudharta, mengatakan, penandatanganan MoU merupakan tahap awal yang masih melibatkan organisasi pemuda dan mahasiswa.

“Kebetulan hari ini adalah mereka yang hadir pada undangan sebelumnya dan telah bersepakat untuk melakukan MoU dengan Bawaslu,” jelas Ivan.

Ke depan, kata dia, pihaknya telah mendesain kegiatan yang sama dengan melibatkan beberapa organisasi kepemudaan dan organisasi masyarakat (ormas) lainnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, mahasiswa penting dilibatkan dalam pengawasan partisipatif, karena mereka adalah agent of change yang diharapkan bisa memberikan masukan, termasuk mengenai titik-titik rawan pelanggaran Pemilu.

“Begitu juga ketika mereka terjun ke masyarakat, setidaknya mereka sudah paham bagaimana fungsi-fungsi bawaslu dan mekanisme pelaporan ketika menemukan pelanggaran,” ujarnya.

Ia mengatakan, jumlah personel Bawaslu sangat terbatas, masing-masing tiga komisioner di kabupaten/kota, tiga orang di kecamatan dan satu orang di tingkat desa/kelurahan. Sementara, kata dia, untuk mengawal tahapan pemilu dan pilkada nanti, tentunya butuh resource yang sangat banyak.

“Makanya disini kita perlu melibatkan banyak stakeholder untuk terlibat dalam pengawasan,” tekannya.

Belum lagi, lanjut dia, ada perbedaan antara Pemilu dan Pilkada sebelumnya dengan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 nanti. Tahapan yang beririsan akan menjadi tugas berat bagi penyelenggara, termasuk KPU sendiri.

“Karena di ujung tahapan ketika distribusi logistik Pemilu, di situ juga sudah memasuki tahapan Pilkada,” ungkapnya.

Di sisi lain, lanjut dia, tidak ada perubahan undang-undang. Contohnya, penanganan pelanggaran Pemilu yang waktunya tujuh plus tujuh, atau 14 hari kerja. Sementara di undang-undang Pilkada, waktu penanganan pelanggarannya tiga plus dua, atau lima hari.

“Sedangkan 14 hari saja kita keteteran, apalagi lima hari,” ujarnya.

Ia menegaskan, Pemilu tidak bisa dikatakan sukses apabila banyak pelanggaran yang terjadi, sebab hal itu menunjukkan bahwa banyak orang yang belum memahami aturan.

Saat menjadi narasumber sosialisasi, Ivan menjelaskan sekilas mengenai pentingnya pengawasan partisipatif, antara lain membentuk karakter dan kesadaran politik masyarakat, meningkatkan kualitas demokrasi, mendorong tingginya partisipasi publik, dan mencegah terjadinya konflik serta menjadikan pemilu berintegritas.

Pada kesempatan yang sama, Munirah selaku Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kota Palu, menyampaikan beberapa hal yang menjadi titik rawan dalam pemilu atau pilkada.

Dimulai dari tahap pemutakhiran data pemilih. Titik rawan yang terjadi antara lain PPDP yang melimpahkan tugasnya kepada orang lain, PPDP tidak paham terhadap prosedur dan tata cara pelaksanaan pencoklitan, PPDP tidak berdasarkan DP4 dalam melakukan data sanding dan pencoklitan serta PPDP tidak mendatangi setiap rumah.

FOTO: media.alkhairaat.id/Rifay

“Kemudian pemilih tidak memenuhi syarat tetap masuk dalam daftar pemilih, pemilih yang memenuhi syarat tidak masuk dalam daftar pemilih, pemilih belum memiliki KTP, pemilih berada jauh dari TPS, pemilih dalam satu Kartu Keluarga berbeda TPS dan sebagainya,” katanya.

Sementara pada tahap kampanye, lanjut dia, titik rawannya adalah peserta Pemilu melakukan kampanye tanpa adanya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari pihak kepolisian.

Selanjutnya, penempatan Alat Peraga Kampanye (APK) yang tidak sesuai dengan zona yang telah ditentukan oleh KPU (white area), kampanye yang melibatkan ASN, APK yang dipasang di wilayah sarana pendidikan dan tempat ibadah.

“Kampanye yang melibatkan anak di bawah umur serta penggunaan isu SARA,” tutupnya.

Kegiatan sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif juga dihadiri Koordinator Divisi Hukum, Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Palu, Fadlan dan Mochamad Haritsyah selaku Kepala Sekretariat Bawaslu Kota Palu serta para staf Bawaslu Kota Palu lainnya. (RIFAY)