PALU- Pengamat kepolisian sekaligus Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI) Rasminto mendorong pimpinan Polri, untuk menonaktifkan Kombes Pol Dodi Darjanto dari jabatan Dirlantas Polda Sulteng.

“Penonaktifan sementara jabatan Dirlantas dapat dipertimbangkan sebagai bentuk ketegasan institusi Polri, dalam mendisiplinkan personel tidak menghormati profesi orang lain, apalagi profesi jurnalistik,” katanya dalam keterangan tertulis di terima Media Alkhairaat id, Selasa (23/7).

Dia mengatakan, penolakan wawancara dengan alasan handphone digunakan adalah merek China, merupakan tindakan arogan. Tindakan tersebut dapat dikategorikan kekerasan verbal dan pelecehan terhadap profesi jurnalistik.

“Tindakan dilakukan Dirlantas sebagai penjabat utama, merupakan sikap arogan dan tidak etis, serta tidak menunjukan teladan sebagai pengayom masyarakat,” katanya menegaskan.

Lanjut dia, semestinya, para pejabat di Indonesia dapat menunjukkan sikap keteladanannya, termasuk juga pejabat di lingkungan Polri. Jangan karena mempunyai pangkat dan jabatan, bisa berperilaku seenaknya.

Rasminto pun merasa ironis, karena Kombes Dodi pernah berkasus sama dengan profesi jurnalistik.

“Pada 2015 lalu, saat Kombes Dodi jadi Kapolres siantar di Sumatera Utara, dia mengusir wartawan dengan anjing, saat menunggu wawancara,” tegasnya lagi.

Sebelumnya, insiden tersebut bermula ketika Syamsuddin merupakan Kepala Biro SCTV Palu, hendak melakukan wawancara dengan Kombes Pol Dodi Darjanto di Tugu 0 Kilometer, Palu. dalam meliput hasil operasi patuh Tinombala 2024 pada hari pertama.

“Saya sudah janji wawancara sejak kemarin melalui ajudannya. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih,” ujar Syamsuddin.

Sementara Dodi Darjanto, dalam permintaan maafnya yang disampaikan pada Kamis (18/7), di hadapan sejumlah jurnalis Sulteng dan perwakilan empat organisasi pers, yaitu IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu, dan AMSI Sulteng, mengakui bahwa tindakannya adalah kekhilafan yang dilakukan tanpa unsur kesengajaan.

“Apa yang saya lakukan khilaf, tidak ada maksud apa-apa. Intinya saya itu sekedar bercanda saja tapi kejadiannya jadi seperti ini. Tidak ada maksud apa-apa Pak,” tutur Dodi Darjanto.

Meski permohonan maaf telah disampaikan dan diterima oleh jurnalis Sulteng untuk menjaga hubungan kerja antara jurnalis dan Polda Sulteng, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu, dan AMSI Sulteng, yang tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis, tetap menuntut adanya tindakan tegas dari pimpinan Polri atas sikap Dirlantas Polda Sulteng yang dianggap sebagai kekerasan verbal dan harus disikapi secara serius.

Reporter : IKRAM