Penenun di Wani Mulai Punah

oleh -
Corak tenun hasil produksi pengrajin di Desa Wani. (FOTO: media.alkhairaat.id/Jamrin AB)

DONGGALA – Desa Wani I, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala sejak dulu dikenal dengan pengrajin Tenun Donggala.

Di zaman pemerintahan Hindia Belanda hingga setelah kemerdekaan, jumlah penenun masih mencapai ratusan orang. Tetapi saat ini, tinggal 10 orang saja, itupun umumnya orang-orang tua.

Ketua Kelompok Tenun Dewasa Majadi (Desa Wani Satu Maju Jaya dan Mandiri), Sukartin yang ditemui media ini, Kamis (12/01), mengatakan, kelompok itu dibentuk sebagai bentuk keprihatinan karena tinggal sedikit penenun yang bertahan sehingga perlu ada wadah agar tetap bisa bertahan.

Ia pun tidak memastikan sampai kapan kelompok penenun itu bisa bertahan. Sejauh ini bila ada pesanan baru bisa bekerja.

Sukartin

“Kendala kami adalah modal usaha yang tidak ada. Kami baru bisa membuat kain tenun kalau ada orang yang pesan dan tentunya pemesan memberi uang muka agar kami bisa beli bahan baku,” kata Sukartin.

Ketersediaan bahan baku jadi menjadi kendala serupa bagi pengrajin tenun di Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah. Akibatnya tidak ada pengrajin yang membuat kain secara mandiri tanpa ada pesanan terlebih dahulu.

“Jadi mesti ada yang pesan dulu baru kami buat. Sebab jangan sampai dibuat lantas saat dipasarkan tidak sesuai selera orang yang berminat,” kata Misham, saudara kandung dari Sukartin.

Menurut Misham, umumnya sarung yang ia tenun sudah ada yang punya. Pemesan bisa menentukan motif dan warna yang diinginkan, sebab kalau penenun yang berinisiatif mewarnai belum tentu langsung diminati pemesan. Karena itu, antara pemesan dan pengrajin mesti melalui pembicaraan dan kesepakatan.

“Membuat sarung ini merupakan warisan dari orang tua kami, bahkan dari nenek saya sendiri sudah jadi penenun. Jadi tradisi ini di keluarga kami sudah ratusan tahun lalu sampai saat ini, cuma memang semakin kurang orang yang menenun,” kata Misham dengan nada prihatin.

Di Desa Wani I, selain pengrajin dengan teknologi tradisional gedogan, terdapat pula penenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang agak modern. Cuma saja tidak berjalan secara rutin karena baru bisa berproduksi saat ada pesanan.

Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay