DONGGALA- Dosen sejarah Universitas Tadulako (Untad) Palu menyebutkan Syekh Sayyid Aqil Almahdali merupakan ulama peletak dasar ilmu pengetahuan di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Prof.Kuntowijoyo Dosen Universitas Gajahmada (UGM) menyatakan perkembangan Islam ada tiga tahap . Islam mitologis, Ideologi dan Islam ilmu pengetahuan.
“Dan ulama peletak dasar ilmu pengetahuan di Sulteng Syekh Aqil Almahdali,” kata ketua tim ahli cagar budaya Sulteng Dr. Haliadi Sadi dalam pertemuan Akbar keluarga Sayyid Aqil Al Mahdali di Masjid Arab Al Amin Malambora, Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sabtu (28/3).
Sebab kata dia, Sayyid Aqil Al Mahdali ini mengajarkan kepada masyarakat cara perdagangan Islam. Islam itu dikembangakan dikalangan keluarganya.
“Masjid ini salahsatu fakta, bahwa cucunya mendirikan,” kata peneliti sejarah ini.
Tetapi paling inti kata dia, pemikirannya tentang Islam di Sulteng. Sayyid Aqil datang dari Wajo tiba di Wani dengan berdagang kopra dan menghidupkan masjid serta mengembangkan aqidah Islam dalam kalangan keluarganya.
Sehingga terangnya, meskipun masyarakat di Malambora ini ada suku Bugis, Kaili dan Arab bersatu dalam nafas Islam. Dan yang dibangun di Pelabuhan Wani, yaitu ekonomi Islam.
“Yang perlu dilihat bagaimana beliau (Sayyid Aqil Al Mahdali) mengajak tenaga kerja, berdagang sampai Singapura dan mengembangkan keluarga memiliki rumah yang bagus,” kata Akademisi Untad ini.
“Ini adalah spirit Islam perlu kita pelajari untuk anak cucu kita,” sebutnya.
Selaku ketua tim ahli cagar budaya Sulteng menyatakan Masjid Al-Amin ini sudah lama ditetapkan sebagai cagar budaya. Harusnya sudah diperbaharui yang ditetapkan oleh Bupati.
Sayangnya ujarnya, Kabupaten Donggala saat ini belum punya tim ahli cagar budaya
“Hal ini sangat disayangkan, masjid seindah, seantik dan seunik ini, belum ada pembaharuan penetapan,” tuturnya.
Menurutnya, perlu kita ketahui kata dia, fakta masjid peradaban Islam pertama itu, di Masjid Al Amin Malambora ini. Sebab secara resmi dalam arsip tanah wakaf tertera 1906.
Oleh sebab itu sebagai peneliti dirinya mengimbau kepada masyarakat setempat untuk merawat dan menjaga keaslian dari bangunan masjid ini. Kalaupun ada hal ingin dirubah agar bisa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan mereka sebagai tim ahli cagar budaya.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG