Penasehat Hukum Recky Sebut Ada Peradilan Sesat Terhadap Kliennya

oleh -
Muh. Rasyidi Bakri, dan Nostry sebelum mengikuti sidang di ruang Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Foto :Ist

PALU- Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu kembali melangsungkan persidangan terhadap tiga terdakwa dugaan tindak pidana korupsi, terkait suap Bupati Banggai Laut, Sulawesi Tengah Tahun Anggaran 2020, yang menjerat Wenny Bukamo (Mantan Bupati Banggai Laut), Recky Suhartono Godiman dan Hengky Thiono. Sidang ini digelar di Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Selasa (9/6).

Muh. Rasyidi Bakry, selaku Penasehat Hukum, Recky Suhartono Godiman, mengatakan, ada indikasi peradilan sesat menimpa kliennya.

Hal ini didasarkan pada beberapa alasan di antaranya, sesuai dakwaan JPU KPU Nomor :39/TUT.01.04/24/2021, terdakwa utama Wenny Bukamo didakwa dengan dua pasal yakni pasal 12B UU Tipikor Juncto Pasal 55, ayat (1) KUHP dan Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 55, ayat (1) KUHP. Dari dakwaan ini, maka terlihat jelas, jika kliennya dijerat dengan Pasal 55, atau pasal penyertaan karena dianggap turut serta membantu Wenny Bukamo dalam proses menerima hadiah atau janji berkaitan dengan jabatannya, seperti didakwakan dengan pasal tersebut.

Rasyidi mengatakan, dari dakwaan JPU alasan utama digunakan untuk menjerat kliennya, pengakuan Djufri Katili (KO AN) dalam BAPnya, yang menerangkan bahwa dirinya pernah memberikan uang sebesar Rp500 juta, kepada Wenny Bukamo.

“Uang tersebut, diberikan melalui klien kami, pada tanggal 28 Mei 2020, bertempat di Hotel Carabella Bobolon Desa Lampa, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut,” kata Muh. Rasyidi Bakry turut didampingi rekannya Nostry di Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Rabu (9/6).

BACA JUGA :  Kejari Palu Musnahkan Sabu 1 Kilogram dan Barang Bukti Lainnya

Ia mengatakan, dari persidangan Selasa, 8 Juni 2021 kemarin, Djufri Katili dihadirkan sebagai saksi mahkota (kroon getuide) dalam persidangan, secara tegas menyatakan mengoreksi keterangannya, yang ada di BAP dengan menyatakan bahwa benar dia pernah memberikan uang sebesar Rp500 juta tersebut kepada Recky Godiman.

“Tapi uang itu bukanlah titipan untuk Wenny Bukamo, seperti disampaikan sebelumnya di BAP, tapi untuk biaya operasional PDI-P, karena dirinya (Djufri, red) sebagai simpatisan PDI-P,” sebutnya.

Rasyidi mengatakan, keterangan Djufri Katili tersebut, secara hukum sebenarnya bukanlah alat bukti sah. Karena sesuai azas hukum, satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis).

Kalaupun kemudian, kata Rasyidi, keterangan Djufri Katili benar, maka pemberian uang tersebut, tentu tidak terkait sama sekali dengan perkara sedang disidangkan.

“Sebab, dengan menyatakan bahwa uang tersebut bukan untuk Wenny Bukamo, maka pasal penyertaan disangkakan kepada kliennya menjadi gugur dengan sendirinya,” ujarnya.

Rasyidi menjelaskan, keterangan tersebut juga secara tegas dibantah oleh kliennya, dengan menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar. Dan memang, adalah sesuatu tidak masuk akal dan cenderung melecehkan nalar, bahwa pengakuan Djufry Katili menyatakan bahwa uang tersebut hanya diberikan untuk biaya operasional PDI-P tanpa ada sangkut paut dengan Wenny Bukamo selaku Bupati adalah sesuatu sulit dipercaya.

BACA JUGA :  AP2SI Sulteng Gelar FGD untuk Penguatan Kapasitas Kelompok Perhutanan Sosial

Sebab, tidak mungkin selaku pengusaha, pemberian tersebut hanya diberikan begitu saja kepada Recky, yang tidak punya jabatan apa-apa, selain bendahara PDI-P di Kabupaten Banggai Laut.

“Dan kalau pun itu diberikan apakah itu tindak pidana? Dan kalau itu tindak pidana, tentunya bukan tindak pidana korupsi seperti persidangan sekarang dijalani oleh klien kami,” katanya.

Olehnya menurutnya, untuk menguji kebenaran keterangan Djufry Katili tersebut, maka kliennya berencana akan melaporkan perkara ini kepada Kepolisian.

“Kami menangkap kesan kuat bahwa persidangan terhadap klien kami, sesuatu sangat dipaksakan, Karena tidak didukung alat bukti kuat, ” tegasnya.

Selanjutnya menurutnya lagi, keterangan berbagai pihak menjelaskan bahwa kliennya, adalah orang dekat Bupati. Padahal kedekatan tersebut adalah murni hubungan kerja, dan tidak pernah disalah gunakan untuk sesuatu melanggar hukum;

“Pengakuan dari saksi-saksi tidak ada secara tegas menyatakan bahwa klien kami terlibat pengaturan proyek melanggar hukum,” tekannya.

BACA JUGA :  Kampanye Interaktif Koalisi BERAMAL di Pandere, Sigi Paparkan Sepuluh Program Unggulan

Bahkan kata dia, fakta terungkap di persidangan, mereka yang didakwa sebagai penyuap dan telah diputus bersalah, yakni Hedy Thiono, Andreas Hongkiriwang dan Djufry Katili secara tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah memenangkan proses lelang proyek karena bantuan kliennya.

Sebab faktanya imbuhnya, mereka bisa berkomunikasi langsung dengan Bupati, dan atau para pihak mengatur proses pelelangan proyek. Bahkan dalam proses persidangan, dan telah diakui di BAPnya atau berdasarkan keterangan saksi lain, Basuki Mardiono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banggai Laut dan Ramli Hi Patta Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR, terungkap pernah mendapat uang dari rekanan, yang sebenarnya terindikasi kuat bahwa dana-dana tersebut adalah dana gratifikasi karena tidak pernah dilaporkan kepada KPK atau dipinjamkan tanpa bunga.

Hal ini tandasnya, menjadi bukti nyata bahwa proses pemenangan proyek justru dikomunikasikan langsung oleh para rekanan dengan dinas terkait. Dalam perkara ini adalah Dinas PUPR Banggai Laut.

“Berdasarkan keterangan di atas maka terlihat jelas bahwa ada indikasi peradilan sesat terhadap klien kami,” pungkasnya.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG